MAKALAH KONSEP, KARAKTERISTIK, DAN JENIS ALAT PENDIDIKAN
MAKALAH
Konsep,
Karakteristik, dan Jenis Alat Pendidikan
Ditujukan
guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pedagogika
Dosen
Pengampu : Nurjaman, M.Pd.I

Disusun oleh:
Kelompok 8
1.
Firlimas Asih (150641012)
2.
Hamidah (150641010)
3.
Siti Waryati (150641014)
Kelas : SD15 – A.1
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH CIREBON
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan
rahmat-Nya. Meskipun banyak rintangan dan
hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil
menyelesaikannya dengan baik.
Penyusunan
makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pedagogika.
Makalah ini berjudul tentang “Konsep, Karakteristik, dala Jenis Alat
Pendidikan” yang didalamnya membahas tentang pengertian
alat pendidikan, karakteristik alat pendidikan, dan jenis alat pendidikan.
Terima kasih
penulis sampaikan kepada:
1.
Nurjaman, M.Pd.I selaku
Dosen Pengampu mata kuliah Pedagogika.
2.
Teman-teman yang
telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan
Penulisan ...................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A. Konsep
dan Pengertian Alat Pendidikan.................................................. 2
B. Karakteristik Alat Pendidikan................................................................... 5
C. Jenis-jenis Alat Pendidikan....................................................................... 7
BAB
III PENUTUP .......................................................................................... 22
A. Kesimpulan
............................................................................................... 22
B. Saran
......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek
terpenting dalam kehidupan karena pendidikan adalah suatu proses untuk
mendewasakan manusia. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya
untuk “memanusiakan” manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar dan “sempurna” sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya
sebagai manusia. Pendidikan dapat mengubah manusia dari yang asalnya tidak tahu
menjadi tahu, asalnya tidak baik menjadi baik. Sedemikian pentingnya nilai
pendidikan bagi manusia, maka keharusan untuk mendapatkannya pun adalah suatu
keharusan.
Penyampaian
ilmu atau pesan tersebut membutuhkan adanya alat atau sarana demi tercapainya
tujuan pendidikan. Alat atau sarana yang dapat menunjang tercapainya suatu
tujuan pendidikan tersebut dinamakan alat pendidikan. Mengingat bahwa alat
pendidikan tersebut begitu penting dalam usaha penyampaian ilmu atau pesan bagi
seorang pendidik, maka pemahaman tentangnya menjadi sangat mendasar bagi seorang
pendidik. Dengan alasan inilah penulis terdorong untuk menulis makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah konsep dan pengertian dari
alat pendidikan?
2.
Apa karakteristik dari alat
pendidikan?
3.
Apa saja jenis-jenis alat
pendidikan?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui konsep dan
pengertian dari alat pendidikan.
2.
Untuk mengetahui karakteristik
alat pendidikan.
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis alat
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep dan
Pengertian Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja
memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik,
tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau
situasi, dengan perbuatan dan situasi mana, dicita-citakan dengan tegas, untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Adapun definisi-definisi yang
pernah dikemukakan tentang alat pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Roestiyah
NK, dkk, “media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam
rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru
dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
2. Imam
Barnadib, “alat pendidikan ialah suatu tindakan atau perbuatan atau situasi
atau benda yang sengaja di adakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan”
3. Ahmad.
D. Marimba mendefinisikan alat pendidikan sebagai “segala sesuatu atau apa yang
dipergunakan dalam mencapai tujuan.”
Di dalam ilmu pendidikan, usaha-usaha atau perbuatan
si pendidik yang ditujukan untuk melaksanakan tugas mendidik itu disebut juga
alat-alat pendidikan. Perlu kiranya diperingatkan disini bahwa penggunaan alat
pendidikan itu bukan hanya soal teknis, melainkan mepunyai sangkut paut yang
erat sekali dengan pribadi yang menggunakan alat tersebut. Si pendidik
(pribadi) yang menggunakan alat itu hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan
tujuan yang terkandung dalam alat itu. Penggunaan dan pelaksanaan alat itu
hendaknya betul-betul timbul atau terbit dari pribadi yang menggunakan alat itu
(si pendidik).
Atau dapat dikatakan alat pendidikan adalah kalau
dengannya, pendidik melakukan pekerjaan mendidik, untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditentukan. Pendidikan dalam menggunakan alat alat
pendidikan, sudah ditentukan adanya cita-cita yang ingin dicapai, dan sudah
pula ada tujuan tertentu untuk mempengaruhi anak didik. Misalnya, madrasah, gereja
dan sebagainya, merupakan alat pendidikan untuk pendidikan keagamaan. Karena
dalam kemadrasahan atau kegerejaan tadi, secara formil diberikan pendidikan
keagamaan. Jadi sesuatu hal itu apakah merupakan komponen/faktor pendidikan
atau alat pendidikan, tergantung situasi atau tujuan yang ingin dicapai.
Faktor pendidikan adalah hal yang memungkinkan
terlaksananya pekerjaan mendidik, atau dapat dikatakan bahwa faktor pendidikan
memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik. Misalnya,
pergaulan merupakan faktor pendidikan yang sangat penting. Masyarakat yang
mementingkan keagamaan, merupakan faktor pendidikan dalam pendidikan keagamaan.
Faktor pendidikan sering juga dikenal dengan nama
komponen pendidikan, dan ada lima komponen atau faktor pendidikan yaitu:
1. Tujuan
pendidikan
2. Pendidik
3. Anak
didik
4. Lingkungan
5. Alat
pendidikan
Alat pendidikan, merupakan suatu situasi yang
diciptakan secara khusus dengan maksud mempengaruhi anak didik secara
pendagogis (edukatif). Apabila perbuatan dalam situasi tersebut tidak sengaja
untuk mencapai tujuan pendidikan, maka perbuatan tersebut disebut dengan faktor
pendidikan.
Secara lahiriah sukar untuk membedakan antara alat
pendidikana dengan faktor pendidikan kadang-kadang akibat dari alat dan faktor
pendidikan bisa sama. Sebagai contoh, ibu menyuruh anak mencuci piring dengan
tujuan anak tersebut memiliki tanggung jawab dan disiplin kerja, maka perbuatan
tersebut adalah faktor pendidikan. Di lain pihak, seorang ibu menyuruh anaknya
mencuci piring dengan tujuan hanya sekedar untuk membantu meringankan beban
pekerjaan ibunya, maka perbuatan tersebut adalah alat pendidikan. Pada
perbuatan pertama, jelas ibu (pendidik) menyadari akan tujuan tindakanya, yaitu
agar dalam diri anak tertanam tanggung jawab dan disiplin kerja, sedangkan pada
tindakan kedua tujuannya hanya untuk kepentingan ibu (pendidik), tidak disadari
tujuan untuk mengembangkan pribadi anak. Maka dari kedua tindakan tersebut bias
sama, dimana anak terbiasa mencuci piring, yang pada akhirnya dalam diri anak
akan muncul tanggung jawab dan disiplin kerja. Untuk menentukan apakah
perbuatan tersebut merupakan alat atau faktor pendidikan akan tergantung pada
kata hati atau kemauan si pendidik sendiri.
Jika suatu situasi diciptakan dengan maksud memengaruhi
secara pendagogis, misalnya dinding rumah/kamar tidur dicat putih bersih untuk
membiasakan anak melihat setiap kotoran terlekat di dinding atau serta mendidik
kebersihan, maka kita memiliki alat pendidikan. Seandainya dinding itu kita cat
putih bersih hanya atas pertimbangan estetis (keindahan), maka akibatnya dapat
sama dengan yang diuraikan diatas, namun yang kita hadapi dalam hal terakhir
bukan alat pendidikan melainkan faktor pendidikan.
Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses
pendidikan, baik berbentuk material maupun non-material. Alat pendidikan
material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan unutuk keperluan
pelakasanaan proses pendidikan, biasanya berbentuk benda seperti sarana dan
prasarana. Sedangkan alat pendidikan non material adalah suatu tindakan atau
perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan, seperti : pembiasaan, menyuruh, larangan, menganjurkan, mengajak,
memuji, menegur, menghukum dan berbagai bentuk perbuatan atau tindakan yang
lainnya.
Prasarana yang dimaksudkan meliputi lahan dan bangunan, dan sarana
prasarana meliputi alat bantu pelajaran misalnya benda, zat atau perkakas di
laboratorium, alat atau perkakas di bengkel kerja, alat peraga ataupun buku dan
semacamnya. Secara konseptual, optimalisasi peran alat pendidikan
akan berkaitan dengan kecakapan pendidik dalam memilih dan menggunakannya, yang
amat tergantung pada apa yang ingin tercapai dan dilakukannya dalam proses
mendidik.
B.
Karakterisitik Alat Pendidikan
Dalam kegiatan pendidikan, untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang sesuai
dengan harapan. Peran alat pendidikan perlu dikembangan secara optimal. Artinya
dalam penerapan dan penggunaan alat pendidikan perlu disesuaikan dengan
memperhatikan berbagai kondisi yang berhubungan dengan usia dan psikis
terdidik. Untuk itu, karakteristik alat pendidikan menjadi begian yang perlu
dipahami oleh pendidik dalam melaksanakan proses pendidikan.
Karakteristik alat pendidikan dapat diartikan sebagai kondisi ideal alat
pendidikan baik yang berkaitan dengan alat pendidikan bentuk non-material
maupun material yang digunakan dalam kegiatan pendidikan. Alat pendidikan
berbentuk non-material menunjuk pada bagaimana sebaiknya menerapkan perbuatan
atau tindakan terhadap terdidik, sedangkan alat pendidikan material menunjuk
pada manfaat dan keamanan alat atau perabot yang akan digunakan oleh terdidik.
1.
Karakteristik Alat Pendidikan
Material
Muharam A. (2009:135) meskipun alat pendidikan kebendaan atau material
seperti: lahan, gedung, prabot dan perlengkapan lebih berkaitan dengan kegiatan
pendidikan di sekolah, namun karena sifat pendidikan secara umumpun
memanfaatkan pentingnya peran alat pendidikan berbentuk material, maka beberapa
kerakteristik berikut ini perlu dipahami dan dijadikan pertimbangan pendidik
dalam menjalankan kegiatan pendidikan seperti:
a.
Alat pendidikan hendaklah terbuat
dari alat yang kuat dan tahan lama dengan memperhatikan keadaan setempat.
b.
Pembuatan alat pendidikan mudah dan
dapat dikerjakan secara masal.
c.
Biaya alat pendidikan relative
murah.
d.
Alat pendidikan hendaknya enak dan
nyaman bila ditempati atau dipakai sehingga tidak mengganggu keamanan
pemakainya.
e.
Alat pendidikan relatif ringan untuk
mudah dipindah-pindahkan.
Secara lebih rinci syarat-syarat alat pendidikan yang harus diperhatikan
pendidik adalah:
a.
Ukuran fisik terdidik, agar
pemakaianya fungsi dan efektif.
b.
Bentuk dasar yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut.
1)
Sesuai dengan aktivitas terdidik
dalam proses pendidikan.
2)
Kuat, mudah pemeliharaan dan mudah
dibersihkan.
3)
Mempunyai pola dasar yang sederhana.
4)
Mudah dan ringkas untuk disimpan
atau disusun.
5)
Fleksibel, sehingga mudah
digabungkan dan dapat pula berdiri sendiri.
c.
Kontruksi perabot hendaknya :
1)
Kuat dan tahan lama.
2)
Mudah dikerjakan secara masal.
3)
Tidak terganggu keamanan terdidik.
4)
Bahannya mudah didapat di pasaran
dan disesuaikan dengan keadaan setempat.
Pembuatan alat pendidikan akan dapat
diandalkan keberhasilannya, apabila dimulai dengan suatu perencanaan yang
mantap. Artinya didalam menyusun perencanaan, telah dipikirkan secara matang
tentang manusia, materi serta pembiayaan yang akan menunjang keberhasilan
pendidikan, sehingga benar-benar akan memenuhi syarat filosofis, didaktis,
pedagogis, psikologis, ekologis, ekonomis dan seterusnya.
2.
Karakteristik
Alat Pendidikan Non Material
Muharam A. (2009:133-135) manyatakan bahwa ada
beberapa karakteristik perbuatan atau tindakan sebagai alat pendidikan non
material, yakni:
a.
Perbuatan atau tindakan pendidik
hendaknya dilakukan awal-awal dalam proses pendidikan dengan memikirkan
terlebih dahulu tentang bagaimana cara melakukan sesuatu karena manusia
mempunyai sifat konservatif yang cenderung untuk mempertahankan atau tidak
merubah kebiasaan.
b.
Perbuatan atau tindakan hendaknya
membiasakan terdidik akan hal-hal yang harus dikerjakan agar menjadi biasa
untuk melakukan sesuatu secara otomatis, tanpa harus disuruh lagi orang lain,
atau menunggu sampai orang lain merasa tidak senang padanya karena kebiasaan
yang buruknya.
c.
Perbuatan atau tindakan pendidik
hendaknya dilakukan dengan hati-hati, baik dalam frekuensi maupun cara
melakukannya.
d.
Perbuatan atau tindakan hendaknya
digunakan dengan diikuti oleh bimbingan apa yang sebaiknya harus dilakukan
terdidik.
e.
Perbuatan atau tindakan hendaknya
dilakukan atau diawali dengan memberikan beberapa gambaran yang sesuai sebelum
mengajak terdidik untuk melakukannya.
f.
Perbuatan atau tindakan hendaknya
pendidik tidak harus memaksakan diri sedemikian rupa sehingga pendidik tidak
lagi hidup wajar sebagai pribadi atau sebagai diri sendiri.
g.
Perbuatan atau tindakan hendaknya
tidak berlebihan, misalnya dalam memuji karena akan berakibat kurang baik,
terutama pada pendidik yang sudah lebih mampu menimbang dengan akalnya.
h.
Perbuatan atau tindakan pendidik
hendaknya bijaksana menanggapi kalau ada sesuatu kesalahan dari terdidik, sebab
belum tentu suatu kesalahan itu dibuat dengan sengaja. Misalnya dalam
menerapkan hukuman pelanggaran yang dilakukan terdidik.
C.
Jenis-jenis
Alat Pendidikan
Perlu diketahui bahwa alat pendidikan ialah suatu
tindakan atau perbuatan atau situasi atau benda yang dengan sengaja diadakan
untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Adapun pembagian alat pendidikan menurut Drs.
Suwarno dapat dibedakan dari bermacam-macam segi sebagai berikut:
1.
Alat Pendidikan positif
dan yang negative, yaitu:
a. Positif
yaitu ditunjukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya: contoh yang
baik pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran.
b. Negatif,
jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan mengerjakan sesuatu yang buruk,
misalnya: larangan, selaan, peringatan, ancaman, dan hukuman.
2.
Alat pendidikan
preventif dan korektif, yaitu:
a. Preventif,
jika maksudnya mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik,
misalnya contoh: pembiasaan, perintah, pujian, ganjaran.
b. Korektif,
jika maksudnya memperbaiki karena anak telah melanggar ketertiban atau berbuat
sesuatu yang buruk, misalnya: celaan, ancaman, hukuman.
3.
Alat pendidikan yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan, yaitu:
a. Yang
menyenangkan yaitu menimbulkan perasaan senang pada anak-anak, misalnya
ganjaran, ujian.
b. Yang
tidak menyenangkan, maksudnya yang menimbulkan perasaan tidak senang pada
anak-anak, misalnya hukuman dan celaan.
Drs.
Madyo Ekosusilo membagi alat pendidikan menjadi 2 (dua) jenis yaitu:
1.
Alat pendidikan yang
bersifat materiil, yaitu alat-alat pengajaran yang berupa benda-benda yang
nyata.
2.
Alat pendidikan yang
bersifat non materiil yaitu alat-alat pendidikan yang tidak bersifat kebendaan
melainkan segala macam keadaan atau kondisi, tindakan dan perbuatan yang
diadakan atau dilakukan dengan sengaja sebagai sarana dalam melaksanakan
pendidikan.
Mengenai alat-alat pendidikan,
kita dapat membedakan alat-alat pendidikan ke dalam dua golongan, yaitu:
1.
Alat pendidikan
preventif.
2.
Alat pendidikan
represif.
Dari nukilan-nukilan
tentang pembagian alat-alat pendidikan secara garis besar ada dua, dengan
istilah positif-negatif, materiil non materiil dan preventif korektif/represif.
Alat-alat pendidikan
yang bersifat positif mengarah pada agar anak didik mengerjakan hal-hal yang
baik, sedangkan alat pendidikan yang bersifat negatif mengarah kepada agar anak
didik mengerjakan hal-hal yang buruk.
Alat-alat pendidikan
yang bersifat materiil berupa benda-benda nyata yang dapat dilihat dengan indra
mata dan dapat diraba dengan indra kulit, sedangkan alat-alat pendidikan yang
bersifat non materiil tidak non materiil tidak berupa benda-benda dan oleh
karenanya tidak dapat dilihat dengan mata dan diraba dengan kulit tetapi dapat
didengar dengan indra telinga dan dapat dirasakan dengan pengertian/pemahaman
dan perasaan.
Alat pendidikan yang
bersifat preventif ialah alat alat pendidikan yang bersifat pencegahan yaitu
mencegah masuknya pengaruh-pengaruh buruk dari luar kedalam diri si anak didik.
Pada dasarnya anak lahir dalam keadaan bersih, tidak ada dosa bersama
kelahirannya, belum ada pengalaman dan belum tahu apa-apa. Akan menjadi anak baik
atau tidak, sangat tergantung pada miliau yang mempengaruhinya. Kewajiban
pendidik adalah mendidik anak didik menjadi anak yang baik dan
mencegah/membentengi anak didik dari masuknya pengaruh-pengaruh yang buruk
kedalam dirinya. Jenis alat-alat pendidikan preventif yang abstrak seperti tata
tertib, anjuran, larangan, perintah, disiplin, dan semisalnya.
Alat pendidikan
represif atau korektif atau kuratif. Represif artinya bersifat menindas,
korektif artinya bersifat memperbaiki, kuratif artinya bersifat penyembuhan.
Hal-hal yang ditindas represif adalah sifat negatif yang integrited dengan diri
anak didik, seperti sifat malas, murung, minder dan sebagainya. Hal-hal yang
diperbaiki (korektif) adalah perbuatan-perbuatan jelek yang sudah menjadi
kebiasaan diperbuat anak didik, seperti suka berkelahi, suka bertengkar suka
mengambil barang milik orang lain, suka menghina, suka mengejek, suka
mengganggu, dan sebagainya. Hal-hal yang disembuhkan (kuratif) adalah
penyakit-penyakit jiwa yang yang terdapat didalam diri anak didik seperti iri,
dengki, sombong dan sebagainya.
Kewajiban
pendidik dalam hal ini adalah mengikis sifat-sifat negatif, kebiasaan-kebiasaan
buruk dan penyakit jiwa yang terdapat pada anak didik.adapun yang termasuk
alat-alat pendidikan represif/korektif/kuratif yang abstrak seperti
pemberitahuan, teguran, peringatan, hukuman, ganjaran, dengan cara bijaksana.
Alat pendidikan menurut
Langeveld dipilih atas 4 (empat) aspek :
1. Berhubungan
dengan tujuan pendidikan.
2. Orang
tua yang akan menggunakan alat tersebut.
3. Bahan
perantara (medium) tempat pemakaian alat itu ditujukan, berhubungan dengan
jenis bahan obyek, yang hendak diolah untuk mencapai tujuan.
4. Berhubungan
dengan pertanyaan, apakah akibat dari penggunaan alat tersebut.
Selanjutnya Langeveld
(1980) mengelompokan lima jenis alat pendidikan, yaitu: 1) Perlindungan, 2)
Kesepahaman, 3) Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan, 4) perasaan bersatu,
dan 5) Pendidikan karena kepentingan sendiri.
1.
Perlindungan
Perlindungan merupakan syarat dasar bagi semua pergaulan,
termasuk didalamnya pergaulan pendidikan. Perlindungan harus datang dari pihak
orang dewasa, yang bertindak untuk melindungi anak didik, baik jasmani maupun
rohani, sehingga anak merasa terlindung oleh orang dewasa. Beberapa tindakan
atau perbuatan pendidikan yang dapat dilakukan berupa memerintah, membiarkan, menghalangi atau melarang, menciptakan, dan
memelihara tata tertib.
Orang dewasa (orang tua, guru) menjaga anak, selalu
memperhatikanya, anak dilindunginya pada latar jasmaniah, rohaniah, dengan
membatasi diri pada perbuatan, kelakuan dan ucapan, dan menjaga anak tersebut
agar jangan sampai merugikan dirinya sendiri. Dalam
situasi pendidikan bisa muncul alat-alat pendidikan berupa membuat supaya mengalami, memberikan supaya menyelidiki, mengalami atau
melarang, memerintahkan, menciptakan dan mempertahankan tata tertib dan
peraturan (misalnya tidur harus pada waktunya, kalau makan apa yang ada
dalam piringnya harus dihabiskan, dsb).
2.
Kesepahaman
Kesepahaman timbul karena orang dewasa, baik
disadari maupun tidak disadari, akan mejadi contoh (teladan) bagi anak didik,
dan sebaliknya pula disadari atau tidak, anak akan mencoba (meniru) perbuatan
pendidik. Seandainya anak ingin mencontoh perbuatan pendidik, hal ini berarti
bahwa anak telah memahami perbuatan pendidik sebagai orang dewasa. Dengan
kesepahaman ini terjadilah interaksi pendidikan antar anak dan pendidik,
sehingga orang dewasa dan anak dapat berbuat bersama-sama. Dalam hal ini
pendidik termasuk guru, tidak hanya menyampaikan (mengajarkan) kebaikan,
melainkan juga harus memberikan teladan. Anak meniru perbuatan pendidik, karena
ia berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dengan pendidik, yang menjelaskan,
menunjukan, dan memberi tugas.
Orang tua atau guru, berbuat bersama-sama dengan
anak, atau berbuat dihadapan anak (perbuatan ini dapat ditunjukan kepada anak,
namun mungkin juga tidak). Dalam situasi pendidikan mungkin akan muncul alat
pendidikan seperti: menjadi teladan
dengan memperlihatkan atau berbuat sesuatu yang dapat dijadikan contoh bagi
anak, menyuruh meniru (perbuatan), memberi kesempatan untuk turut serta atau
untuk melihat dalam suatu kegiatan, menjelaskan, menugaskan, melarang,
menghambat (supaya jangan terjadi).
3.
Kesamaan
Arah dalam Pikiran dan Perbuatan
Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan dapat
berua pembauran dari pendidik dan penyesuaian dari anak didik. Jadi, kesamaan
arah ini terjadi antara pembuatan pendidik dan perbuatan anak didik. Kesamaan
arah telah melampaui kesepahaman. Karena dalam hal ini anak didik berbuat atau
bertindak sesuai dengan kata hati dan kehendaknya. Anak diikutsertakan dalam
kehidupan orang dewasa (pendidik) dengan memberikan kesempatan kepadanya turut
bertangung jawab gara anak-anak makin mau memikul tanggung jawab dalam hal-hal
tertentu anak dapat diberikan tanggung jawab penuh. Anak mengamati berkaitan
dengan kepentingannya sendiri.
Dalam hubungan ini perlu diadakan perencanaan bersama,
dikemukakan maksud dan tujuan kegiatan, diadakan perjanjian, anak diingatkan
pada tanggung jawabnya dan pada janjinya. Dari pihak anak dituntut kedisiplinan
pada peraturan dan janjinya.
4.
Perasan
Bersatu
Perasaan bersatu timbul karena interaksi yang
berlangsung antara pendidik dan anak didik yang bersifat kekeluargaan, dan
menimbulkan saling pengertian serta saling mengisi diantara kedua pihak. Anak
yang telah terbiasa dalam suasana perasaan bersatu, akan memperoleh perasaan
dasar tentang corak hidup bersama (hidup bermasyarakat), untuk saling mengisi,
mempercayai, setia, dan jujur. Tindakan atau perbuatan pendidikan untuk
memelihara perasaan bersatu dapat berupa menasehati,
memperingatkan, menegur, dan dapat juga melaksanakan hukuman.
5.
Pendidikan
karena Kepentingan Diri Sendiri
Pendidikan karena
kepentingan sendiri, berarti si anak telah menyadari kepentingan dirinya
sendiri, dan dia bertanggung jawab untuk membentuk dirinya sendiri. Pendidik
memberikan tanggung jawab penuh kepada anak didik agar ia dapat melaksanakan
tugas sebagai hasil pilihannya sendiri. Pendidik mengetahui dan menyadari
terhadap kepentingan si anak untuk membentuk diri sendiri, dan anak
menyadarinya terhadap kepentingan tersebut.
Memberi kebebasan
kepada anak didik merupakan alat pendidikan yang terakhir karena anak didik
harus bertanggung jawab, harus berdiri sendiri dan bebas untuk memilih
nilai-nilai hidup yang sesuai dengan kata hatinya, dan disinilah ia memilih
pendidikan dalam taraf penyadarannya. Jadi alat
pendidikan ini diberikan kepada anak pada tahap akhir dari pendidikan, dimana
anak akan mencapai kedewasaannya.
Dalam kajian filsafat,
perlindungan merupakan syarat dasar bagi semua pergaulan, termasuk didalamnya
pergaulan pendidikan. Perlindungan HAM datang dari pihak orang dewasa, yang
bertindak untuk melindungi anak didik, baik jasmani maupun rohani, sehingga
anak merasa terlindung oleh orang dewasa. Beberapa tindakan atau perbuatan
pendidikan yang dapat dilakukan berupa memerintah, membiarkan, menghalangi,
atau melarang, menciptakan dan memelihara tata tertib.
Kesepahaman
timbul karena orang dewasa, baik disadari maupun tidak disadari, akan mejadi
contoh (teladan) bagi anak didik, dan sebaliknya pula disadari atau tidak, anak
akan mencoba (meniru) perbuatan pendidik. Seandainya
anak ingin mencontoh perbuatan pendidik, hal ini berarti bahwa anak telah
memahami perbuatan pendidik sebagai orang dewasa. Dengan kesepahaman ini
terjadilah interaksi pendidikan antar anak dan pendidik, sehingga orang dewasa
dan anak dapat berbuat bersama-sama. Dalam hal ini pendidik termasuk guru,
tidak hanya menyampaikan (mengajarkan) kebaikan, melainkan juga harus
memberikan teladan. Anak meniru perbuatan pendidik, karena ia berkesempatan
untuk ikut berpartisipasi dengan pendidik, yang menjelaskan, menunjukan, dan
memberi tugas.
Kesamaan arah dalam
pikiran dan perbuatan dapat berupa asimilasi dari pendidik dan konfirmasi dari
anak didik. Jadi, kesamaan arah ini terjadi antara perbuatan pendidik dan
perbuatan anak didik. Kesamaan arah telah melampaui kesepahaman. Karena dalam
hal ini anak didik berbuat atau bertindak sesuai dengan kata hati dan
kehendaknya. Perbuatan pendidikan dalam hal ini dapat berupa teladan.
Perasaan bersatu timbul
karena interaksi yang berlangsung antara pendidik dan anak didik yang bersifat
kekeluargaan, dan menimbulkan saling pengertian serta saling mengisi diantara
kedua pihak. Untuk saling mengisi, mempercayai, menghargai, dan jujur. Tindakan
atau perbuatan pendidikan untuk memelihara perasaan bersatu dapat berupa
menasehati, memperingatkan menegur, dan dapat juga dilaksanakan hukuman.
Adapun alat-alat
pendidikan yang dibicarakan pada referensi yang lain yaitu:
1. Pembiasaan
dan pengawasan,
2. Perintah
dan larangan, dan
3. Ganjaran
dan hukuman.
1.
Pembiasaan
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang
sangat penting sekali, terutama bagi anak-anak yang masih kecil. Anak-anak
kecil belum menginsafi apa yang dikatakan baik dan apa yang dikatakan buruk
dalam arti asusila. Juga anak kecil belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang
harus dikerjakan seperti orang dewasa, tetapi mereka sudah mempunyai hak
seperti hak dipelihara, hak mendapatkan perlindungan, hak mendapatkan
pendidikan. Anak kecil belum kuat ingatannya, ia cepat melupakan apa yang sudah
dan baru terjadi. Perhatian mereka mudah beralih kepada hal-hal yang baru, yang
lain, yang disukainya. Apalagi pada anak-anak yang baru lahir, hal itu semua
belum ada sama sekali atau setidaknya, belum sempurna sama sekali.
Oleh karena itu, sebagai permulaan dan sebagai
pangkal pendidikan, pembiasaan merupakan alat satu-satunya. Sejak dilahirkan
anak-anak harus dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan dan perbuatan-perbuatan yang
baik, seperti dimandikan dan ditidurkan pada waktu tertentu. diberikan makan
dengan teratur, dan sebagainya. Makin besar anak itu, kebiasaan-kebiasaan yang
baik itu harus tetap diberikan dan dilaksanakan, seperti tidur dan bangun pada
waktunya yang teratur, demikian pula makan, mandi, bermain-main, berbicara,
belajar dan bekerja.
Anak-anak dapat menurut dan taat kepada
peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan-perbuatan
baik, didalam rumah tangga atau keluarga, keluarga, disekolah, maupun ditempat
lain.
Pembiasaan yang baik penting artinya bagi pembetukan
watak anak-anak, dan juga akan terus berpengaruh kepada anak itu sampai hari
tuanya. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan pada anak adalah sukar dan kadang-kadang
memakan waktu yang lama. Akan tetapi, segala sesuatu yang telah menjadi
kebiasaan sukar pula kita ubah. Maka dari itu, lebih baik kita menjaga
anak-anak kita supaya mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik daripada
terlanjur memiliki kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.
Supaya pembiasaan itu
dapat lekas tercapai dan baik hasilnya, harus memenuhi beberapa syarat tertentu
antara lain:
a. Mulailah
pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan
lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b. Pembiasaan
itu hendaklah terus-menerus (berulang-ulang) dijalankan secara teratur sehingga
akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Untuk itu dibutuhkan
pengawasan.
c. Pendidikan
hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang
telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan
yang telah ditetapkan itu.
d. Pembiasaan
yang mula-mulanya mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai
kata hati anak itu sendiri.
Hal itu mungkin
jika secara berangsur disertai pula dengan penjelasan-penjelasan dan
nasihat-nasihat dari si pendidik sehingga makin lama timbullah pengertian dalam
diri anak didik. Kita masih ingat bahwa anak adalah mahluk yang mempunyai kata
hati dan tujuan pendidikan ialah memimpin anak agar mereka kelak dapat berdiri
dan bertanggung jawab sendiri.
2.
Pengawasan
Diatas telah dikatakan
bahwa pembiasaan yang baik membutuhkan pengawasan demikian pula, aturan-aturan
dan larangan-larangan dapat berjalan dan ditaati dengan baik jika disertai
dengan pengawasan yang terus-menerus disini dimaksudkan bahwapendidik hendaklah
konsikuen, apa yang telah dilarang hendaknya selalu dijaga jangan sampai
dilanggar dan apa yang telah diperintahkan jangan sampai diingkari. Juga
pengawasan ini perlu sekali untuk menjaga bilamana ada bahaya-bahaya yang dapat
merugikan perkembangan anak-anak baik jasmani maupun rohaninya.
Pengawasan itu penting
sekali dalam mendidik anak-anak. Tanpa pengwasan berati membiarkan anak berbuat
sekehendaknya, anak tidak dapat membedakan yang baik dan yang buru, tidak
mengetahui mana yang harus dihindari atau tidak senonoh, dan mana yang boleh
dan harus dilaksanakan, mana yg mebahayakan dan mana yang tidak.
Anak yang dibiarkan
tumbuh sendiri menurut alamnya, akan menjadi manusia yang hidup menurut
nafsunya saja. Kemungkinan besar anak itu menjadi tidak patuh dan tidak dapat
mengetahui kemana arah tujuan hidup yang sebenarnya.
Memang, adapula
ahli-ahli didik yang menuntut adanya kebebasan yang penuh dalam pendidikan.
Rousseau umpanya, adalah seorang pendidik yang beranggapan bahwa semua anak
sejak dilahirkan adalah baik, menganjurkan pendidikan menurut alam. Menurut
pendapatnya, anak seharusnya dibiarkan tumbuh menurut alamnya yang baik itu
sehingga mengenai hukuman pun rousseau menganjurkan hukuman alami.
Tetapi, pendapat ahli
didik sekarang umumnya sependapat bahwa pengawasan adalah alat pendidikan yang
penting dan harus dilaksanakan, biarpun secara berangsur-angsur anak tersebut
harus diberi kebebasan. Pendapat yang akhir ini mengatakan bukanlah kebebasan
itu dijadikan pangkal atau permulaan pendidikan, melainkan kebebasan itu yang
hendak diperoleh pada akhirnya. Tentu saja pengawasan itu dilakukan oleh
pendidik dengan mengingat usia anak-anak. Anak-anak yang masih kecil sangat
membutuhkan pengawasan. Makin besar anak itu, makin berkurang pengawasannya
sehingga berangsur-angsur anak dapat bertanggung jawab atas tindakan dan
perbuatannya.
Jadi, dalam hal ini
harus ada perbandingan antara pengawasan dan kebebasan. Tujuan mendidik adalah
membentuk anak supaya akhirnya dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab
sendiri atas perbuatannya, mendidik kearah kebebasan. Makin besar anak itu
makin dikurangi pengawasan terhadapnya dan sebaliknya makin diperbesar
kebebasan yang diberikan kepadanya.
3.
Perintah
Perintah bukan hanya
apa yang keluar dari mulut seseorang yang harus dikerjakan oleh orang lain,
melainkan dalam hal ini termasuk pula peraturan-peraturan umum yang harus
ditaati oleh anak-anak, tiap-tiap perintah dan peraturan dalam pendidikan
mengandung norma-norma kesusilaan, jadi bersifat memberi arah atau mengandung
tujuan kearah perbuatan asusila.
Tentu saja
suatu perintah atau peraturan itu dapat mudah ditaati oleh anak-anak jika
pendidik sendiri menaati dan hidup menuntut peraturan-peraturan itu, jika apa
yang harus dilakukan oleh anak-anak itu sebenarnya sudah dimiliki dan menjadi
pedoman pula bagi hidup si pendidik.
Seorang guru yang
selalu datang terlambat dalam mengajar, tidak mungkin diataati perintahnya
supaya anak-anaknya selalu datang tepat pada waktunya. Tidak mungkin suatu
aturan sekolah ditaati oleh murid-murid jika guru sendiri tidak mematuhi
peraturan yang telah dibuatnya itu. Dengan singkat kita mengatakan bahwa dalam
berbagai hal, dalam pendidikan, contoh atau teladan dari si pendidik merupakan
alat pendidikan yang penting pula, bahkan yang utama sekali. Dari pelajaran
ilmu jiwa anak kita telah mengetahui bahwa sejak kecil manusia itu lebih lagi
anak-anak telah mempunyai dorongan meniru, dan suka mengidentifikasi diri
terhadap perbuatan dan tingkah laku orang lain, terutama terhadap orang tuanya
atau gurunya.
Juga segala alat
pendidikan yang lain, seperti perintah, larangan, nasihat, dan hukuman,
berhasil tidaknya sangat bergantung pada contoh teladan dari seorang pendidik,
baik yang sengaja maupun yang tidak disengaja, sering lebih meresap kedalam
hati sanubari anak-anak daripada perintah atau larangan yang diberikan kepada
anak-anak itu.
Supaya
perintah-perintah yang dilancarkan oleh si pendidik terhadap anak didiknya
dapat ditaati sehingga dapat tercapai apa yang dimaksud, hendaklah
perintah-perintah itu memiliki syarat-syarat tertentu:
a. Perintah
hendaknya terang dan singkat, jangan terlalu banyak komentar, sehingga mudah
dimengerti oleh anak.
b. Perintah
hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan umur anak sehingga jangan sampai
memberi perintah yang tidak mungkin dikerjakan oleh anak itu.
c. Kadang-kadang
perlu juga kita mengubah perintah itu menjadi suatu perintah yang bersifat
permintaan sehingga tidak terlalu keras kedengarannya.
d. Jangalah
terlalu banyak dan berlebih-lebihan memberi perintah, sebab dapat mengakibatkan
anak itu menjadi tidak patuh, tetapi menentang.
e. Pendidik
hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah diperintahkannya.
f. Suatu
perintah yang bersifat mengajak – si pendidik turut melakukannya – umumnya
lebih ditaati oleh anak-anak, dan dikerjakannya dengan gembira.
4.
Larangan
Disamping memberi
perintah sering juga kita harus melarang perbuatan anak-anak. Larangan itu
biasanya kita keeluarkan jika anak melakukan sesuatu yang tidak baik, yang
merugikan atau yang dapat membahayakan dirinya. Kalau kita perhatikan
benar-benar, umumnya didalam rumah tangga larangan itu merupakan alat mendidik
satu-satunya yang banyak dipakai oleh para ibu dan bapak terhadap anaknya.
Sebenarnya pendapat demikian itu tidak benar. Seorang anak yang selalu dilarang
dalam segala perbuatan dan permainanya sejak kecil, dapat terhambat
perkembangan jasmani dan rohaninya. Seorang ibu atau ayah yang sering melarang
perbuatan anaknya, dapat mengakibatkan bermacam sikap atau sifat yang kurang
baik pada anak itu.
Ada beberapa hal yang
perlu diingat dalam memberi larangan:
a. Sama
halnya dengan perintah, larangan itu harus diberikan dengan singkat, supaya
dimengerti maksud larangan itu.
b. Jika
mungkin larangan itu dapat memberi penjelasan singkat. Jika tidak mungkin, anak
harus menerima saja larangan itu (bilamana?).
c. Jangan
terlalu sering melarang, akibatnya tidak baik (lihat uraian diatas!).
d. Bagi
anak-anak yang masih kecil, larangan dapat dicegah dengan membelokan perhatian
anak kepada sesuatu yang lain, yang menarik minatnya.
5.
Ganjaran
Ganjaran adalah suatu
alat pendidikan. Jadi, dengan sendirinya maksud ganjaran itu ialah sebagai alat
untuk mendidik anak-anak supaya merasa senang karena perbuatan atau
pekerjaaannya mendapatkan penghargaan. Umunya anak mengetahui bahwa pekerjaan
atau perbuatannya yang menyebabkan ia mendapatkan ganjaran itu baik.
Selanjutnya pendidik bermaksud juga supaya ganjaran itu anak menjadi lebih giat
lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi potensi yang telah dapat
dicapainya. Dengan kata lain, anak lebih keras kemauannya untuk bekerja dan
berbuat yang lebih baik lagi.
Jadi, maksud
ganjaran itu yang terpenting bukanlah hasilnya yang diapai oleh anak, melainkan
dengan hasil yang terlah dicapai anak itu pendidik bertujuan membentuk kata
hati dan kemauan yang lebih baik dan keras pada anak itu.
Ada beberapa syarat
yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam memberikan ganjaran:
a. Untuk
memeberi ganjaran yang pendagogis perlu sekali guru mengenal betul betul
muridnya dan tahu menghargai dengan tepat.
b. Ganjaran
yang diberikan kepada seorang anak janganlah hendaknya menimbulkan rasa cemburu
atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik,
tetapi tidak mendapat ganjaran.
c. Memberi
ganjaran hendaknya hemat.
d. Janganlah
memberi ganjaran dengan menjanjikan terlebih dahulu sebelum anak-anak
menunjukan prestasi kerjanya apalagi ganjaran yang diberikan kepada seluruh
kelas.
e. Pendidik
harus berhati-hati memberikan ganjaran, jangan sampai ganjaran yang diberikan
kepada anak-anaknya dterimanya dengan upah dari jerih payah yang dilakukannya.
6.
Hukuman
Mengenai hukuman itu,
ada beberapa pandangan filsafat dan kepercayaan yang menganggap hidup itu
sendiri adalah sebuah hukuman, dan menganggap bahwa kelepasan dari hidup ini
didunia sebagai suatu ganjaran yang tinggi. Pandangan hidup yang demikian
menganjurkan, jika manusia menghendaki terhindar dari hukuman atau penderitaan,
harus dapat mengasingkan diri dari kehidupan yang nyata dan pergi bertapa
ketempat sunyi. Sebaliknya adapula penganut agama dan filsafat yang
berpendirian sebaliknya dari pendapat tersebut. Mereka menganggap hidup itu
sebagai kebahagiaan yang tak henti-hentinya, sedangkan mati justru sebagai
hukuman yang sangat ditakuti dan tidak dapat dihindarkan atau dielakkan.
Suatu
masyarakat yang masih menggap adanya kasta-kasta, beranggapan bahwa orang-orang
yang termasuk golongan masyarakat yang rendah sebagai orang yang terhukum
seumur hidup karena dosanya yag diperbuat dahulusedangkan orang-orang yang
termasuk golongan yang tinggi adalah orang-orang yang telah mendapatkan
ganjaran karena kehidupan dan perbuatannya baik.
Adapun yang dibicarakan
selanjutnya dalam buku ini adalah hukuman yang bertalian erat dengan
pendidikan. Jadi, khusus buat sekolah dan rumah tangga, atau dengan kata lain
hukuman sebagai alat pendidikan. Dalam pada itu, kita tidak boleh melupakan
bahwa hukuman sebagai alat pendidikan sebenarnya tidak dapat terlepas pula dari
sistem kemasyarakatan serta kenegaraan yang berlaku pada waktu itu.
Masalah hukuman
merupakan masalah etis, yang menyangkut soal buruk dan baik, soal norma-norma.
Sedangkan kita telah kita bicarakan dalam bab dimuka bahwa pandangan manusia
tentang baik dan buruk itu berbeda-beda dan berubah-ubah. Sabagai pangkal
uraian selanjutnya mengenai hukuman dalam proses pendidikan, dapatkah kiranya
kita mengatakan tentang hukuman itu sebgaai berikut, “Hukuman ialah penderitaan
yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru,
dan sebagainya) sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau kesalahan.”
Sebagai alat
pendidikan, hukuman hendaklah:
a. Senantiasa
merupakan jawaban atas suatu pelanggaran.
b. Sedikit
banyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan.
c. Selalu
bertujuan kearah perbaikan, hukuman itu hendaklah diberikan untuk kepentingan
anak itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Alat
pendidikan adalah hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan
terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan
diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan dan situasi mana,
dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan pendidikan.
Karakteristik
alat pendidikan ada yang material dan non material. Alat
pendidikan menurut Drs. Suwarno dapat dibedakan dari bermacam-macam segi: alat pendidikan positif dan negatif; alat pendidikan preventif
dan korektif, serta alat pendidikan
menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Langeveld (1980)
mengelompokan lima jenis alat pendidikan, yaitu: 1) Perlindungan, 2)
Kesepahaman, 3) Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan, 4) perasaan bersatu,
dan 5) Pendidikan karena kepentingan sendiri.
B.
Saran
Sebagai calon guru (pendidik) kita harus mengetahui
tentang alat-alat pendidikan agar ketika masuk pada dunia pendidikan sudah
menguasai hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://worldandrianifitria.blogspot.co.id/2013/03/pedagogik-konsep-karakteristik-dan.html (Online,
10 November 2017)
http://adzaninursyamsina.blogspot.co.id/2013/02/konsep-dan-karakteristik-alat-pendidikan.html (Online,
10 November 2017)
Aliet Noorhayati
S, (2014). Filsafat Pendidikan, Yogyakarta:
Deepublish
Purwanto Ngalim,
(2003). Ilmu Pendidikan Teoritis dan
Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Ofset
Uyoh Sadulloh,
(2011). Pedagogik (Ilmu Mendidik),
Bandung: Alfabeta
Abu Ahmadi dan
Nur Uhbiyati, (2015). Ilmu Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta
Komentar
Posting Komentar