MAKALAH KONSEP, KARAKTERISTIK, DAN JENIS ALAT PENDIDIKAN

MAKALAH
Konsep, Karakteristik, dan Jenis Alat Pendidikan

Ditujukan guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pedagogika
Dosen Pengampu : Nurjaman, M.Pd.I


Disusun oleh:
Kelompok 8
1.          Firlimas Asih             (150641012)
2.          Hamidah                    (150641010)
3.          Siti Waryati                (150641014)

Kelas : SD15 – A.1

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON


2017



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pedagogika. Makalah ini berjudul tentang “Konsep, Karakteristik, dala Jenis Alat Pendidikan” yang didalamnya membahas tentang pengertian alat pendidikan, karakteristik alat pendidikan, dan jenis alat pendidikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1.      Nurjaman, M.Pd.I selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pedagogika.
2.      Teman-teman yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.








Cirebon, November 2017


Penulis


 








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB  I  PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.    Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A.    Konsep dan Pengertian Alat Pendidikan.................................................. 2
B.     Karakteristik Alat Pendidikan................................................................... 5
C.     Jenis-jenis Alat Pendidikan....................................................................... 7
BAB III  PENUTUP .......................................................................................... 22
A.    Kesimpulan ............................................................................................... 22
B.     Saran ......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 23








BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan karena pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk “memanusiakan” manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan “sempurna” sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya sebagai manusia. Pendidikan dapat mengubah manusia dari yang asalnya tidak tahu menjadi tahu, asalnya tidak baik menjadi baik. Sedemikian pentingnya nilai pendidikan bagi manusia, maka keharusan untuk mendapatkannya pun adalah suatu keharusan.
Penyampaian ilmu atau pesan tersebut membutuhkan adanya alat atau sarana demi tercapainya tujuan pendidikan. Alat atau sarana yang dapat menunjang tercapainya suatu tujuan pendidikan tersebut dinamakan alat pendidikan. Mengingat bahwa alat pendidikan tersebut begitu penting dalam usaha penyampaian ilmu atau pesan bagi seorang pendidik, maka pemahaman tentangnya menjadi sangat mendasar bagi seorang pendidik. Dengan alasan inilah penulis terdorong untuk menulis makalah ini.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apakah konsep dan pengertian dari alat pendidikan?
2.      Apa karakteristik dari alat pendidikan?
3.      Apa saja jenis-jenis alat pendidikan?
C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui konsep dan pengertian dari alat pendidikan.
2.      Untuk mengetahui karakteristik alat pendidikan.
3.      Untuk mengetahui jenis-jenis alat pendidikan.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Konsep dan Pengertian Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan dan situasi mana, dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan pendidikan.
Adapun definisi-definisi yang pernah dikemukakan tentang alat pendidikan adalah sebagai berikut:
1.    Roestiyah NK, dkk, “media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
2.    Imam Barnadib, “alat pendidikan ialah suatu tindakan atau perbuatan atau situasi atau benda yang sengaja di adakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan”
3.    Ahmad. D. Marimba mendefinisikan alat pendidikan sebagai “segala sesuatu atau apa yang dipergunakan dalam mencapai tujuan.”
Di dalam ilmu pendidikan, usaha-usaha atau perbuatan si pendidik yang ditujukan untuk melaksanakan tugas mendidik itu disebut juga alat-alat pendidikan. Perlu kiranya diperingatkan disini bahwa penggunaan alat pendidikan itu bukan hanya soal teknis, melainkan mepunyai sangkut paut yang erat sekali dengan pribadi yang menggunakan alat tersebut. Si pendidik (pribadi) yang menggunakan alat itu hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan tujuan yang terkandung dalam alat itu. Penggunaan dan pelaksanaan alat itu hendaknya betul-betul timbul atau terbit dari pribadi yang menggunakan alat itu (si pendidik).
Atau dapat dikatakan alat pendidikan adalah kalau dengannya, pendidik melakukan pekerjaan mendidik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Pendidikan dalam menggunakan alat alat pendidikan, sudah ditentukan adanya cita-cita yang ingin dicapai, dan sudah pula ada tujuan tertentu untuk mempengaruhi anak didik. Misalnya, madrasah, gereja dan sebagainya, merupakan alat pendidikan untuk pendidikan keagamaan. Karena dalam kemadrasahan atau kegerejaan tadi, secara formil diberikan pendidikan keagamaan. Jadi sesuatu hal itu apakah merupakan komponen/faktor pendidikan atau alat pendidikan, tergantung situasi atau tujuan yang ingin dicapai.
Faktor pendidikan adalah hal yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, atau dapat dikatakan bahwa faktor pendidikan memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik. Misalnya, pergaulan merupakan faktor pendidikan yang sangat penting. Masyarakat yang mementingkan keagamaan, merupakan faktor pendidikan dalam pendidikan keagamaan.
Faktor pendidikan sering juga dikenal dengan nama komponen pendidikan, dan ada lima komponen atau faktor pendidikan yaitu:
1.    Tujuan pendidikan
2.    Pendidik
3.    Anak didik
4.    Lingkungan
5.    Alat pendidikan
Alat pendidikan, merupakan suatu situasi yang diciptakan secara khusus dengan maksud mempengaruhi anak didik secara pendagogis (edukatif). Apabila perbuatan dalam situasi tersebut tidak sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan, maka perbuatan tersebut disebut dengan faktor pendidikan.
Secara lahiriah sukar untuk membedakan antara alat pendidikana dengan faktor pendidikan kadang-kadang akibat dari alat dan faktor pendidikan bisa sama. Sebagai contoh, ibu menyuruh anak mencuci piring dengan tujuan anak tersebut memiliki tanggung jawab dan disiplin kerja, maka perbuatan tersebut adalah faktor pendidikan. Di lain pihak, seorang ibu menyuruh anaknya mencuci piring dengan tujuan hanya sekedar untuk membantu meringankan beban pekerjaan ibunya, maka perbuatan tersebut adalah alat pendidikan. Pada perbuatan pertama, jelas ibu (pendidik) menyadari akan tujuan tindakanya, yaitu agar dalam diri anak tertanam tanggung jawab dan disiplin kerja, sedangkan pada tindakan kedua tujuannya hanya untuk kepentingan ibu (pendidik), tidak disadari tujuan untuk mengembangkan pribadi anak. Maka dari kedua tindakan tersebut bias sama, dimana anak terbiasa mencuci piring, yang pada akhirnya dalam diri anak akan muncul tanggung jawab dan disiplin kerja. Untuk menentukan apakah perbuatan tersebut merupakan alat atau faktor pendidikan akan tergantung pada kata hati atau kemauan si pendidik sendiri.
Jika suatu situasi diciptakan dengan maksud memengaruhi secara pendagogis, misalnya dinding rumah/kamar tidur dicat putih bersih untuk membiasakan anak melihat setiap kotoran terlekat di dinding atau serta mendidik kebersihan, maka kita memiliki alat pendidikan. Seandainya dinding itu kita cat putih bersih hanya atas pertimbangan estetis (keindahan), maka akibatnya dapat sama dengan yang diuraikan diatas, namun yang kita hadapi dalam hal terakhir bukan alat pendidikan melainkan faktor pendidikan.
Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses pendidikan, baik berbentuk material maupun non-material. Alat pendidikan material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan unutuk keperluan pelakasanaan proses pendidikan, biasanya berbentuk benda seperti sarana dan prasarana. Sedangkan alat pendidikan non material adalah suatu tindakan atau perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan, seperti : pembiasaan, menyuruh, larangan, menganjurkan, mengajak, memuji, menegur, menghukum dan berbagai bentuk perbuatan atau tindakan yang lainnya.
Prasarana yang dimaksudkan meliputi lahan dan bangunan, dan sarana prasarana meliputi alat bantu pelajaran misalnya benda, zat atau perkakas di laboratorium, alat atau perkakas di bengkel kerja, alat peraga ataupun buku dan semacamnya. Secara konseptual, optimalisasi peran alat pendidikan akan berkaitan dengan kecakapan pendidik dalam memilih dan menggunakannya, yang amat tergantung pada apa yang ingin tercapai dan dilakukannya dalam proses mendidik.

B.       Karakterisitik Alat Pendidikan
Dalam kegiatan pendidikan, untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang sesuai dengan harapan. Peran alat pendidikan perlu dikembangan secara optimal. Artinya dalam penerapan dan penggunaan alat pendidikan perlu disesuaikan dengan memperhatikan berbagai kondisi yang berhubungan dengan usia dan psikis terdidik. Untuk itu, karakteristik alat pendidikan menjadi begian yang perlu dipahami oleh pendidik dalam melaksanakan proses pendidikan.
Karakteristik alat pendidikan dapat diartikan sebagai kondisi ideal alat pendidikan baik yang berkaitan dengan alat pendidikan bentuk non-material maupun material yang digunakan dalam kegiatan pendidikan. Alat pendidikan berbentuk non-material menunjuk pada bagaimana sebaiknya menerapkan perbuatan atau tindakan terhadap terdidik, sedangkan alat pendidikan material menunjuk pada manfaat dan keamanan alat atau perabot yang akan digunakan oleh terdidik.
1.         Karakteristik Alat Pendidikan Material
Muharam A. (2009:135) meskipun alat pendidikan kebendaan atau material seperti: lahan, gedung, prabot dan perlengkapan lebih berkaitan dengan kegiatan pendidikan di sekolah, namun karena sifat pendidikan secara umumpun memanfaatkan pentingnya peran alat pendidikan berbentuk material, maka beberapa kerakteristik berikut ini perlu dipahami dan dijadikan pertimbangan pendidik dalam menjalankan kegiatan pendidikan seperti:
a.    Alat pendidikan hendaklah terbuat dari alat yang kuat dan tahan lama dengan memperhatikan keadaan setempat.
b.    Pembuatan alat pendidikan mudah dan dapat dikerjakan secara masal.
c.    Biaya alat pendidikan relative murah.
d.   Alat pendidikan hendaknya enak dan nyaman bila ditempati atau dipakai sehingga tidak mengganggu keamanan pemakainya.
e.    Alat pendidikan relatif ringan untuk mudah dipindah-pindahkan.
Secara lebih rinci syarat-syarat alat pendidikan yang harus diperhatikan pendidik adalah:
a.    Ukuran fisik terdidik, agar pemakaianya fungsi dan efektif.
b.    Bentuk dasar yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1)   Sesuai dengan aktivitas terdidik dalam proses pendidikan.
2)    Kuat, mudah pemeliharaan dan mudah dibersihkan.
3)   Mempunyai pola dasar yang sederhana.
4)   Mudah dan ringkas untuk disimpan atau disusun.
5)   Fleksibel, sehingga mudah digabungkan dan dapat pula berdiri sendiri.
c.    Kontruksi perabot hendaknya :
1)   Kuat dan tahan lama.
2)   Mudah dikerjakan secara masal.
3)   Tidak terganggu keamanan terdidik.
4)   Bahannya mudah didapat di pasaran dan disesuaikan dengan keadaan setempat.
Pembuatan alat pendidikan akan dapat diandalkan keberhasilannya, apabila dimulai dengan suatu perencanaan yang mantap. Artinya didalam menyusun perencanaan, telah dipikirkan secara matang tentang manusia, materi serta pembiayaan yang akan menunjang keberhasilan pendidikan, sehingga benar-benar akan memenuhi syarat filosofis, didaktis, pedagogis, psikologis, ekologis, ekonomis dan seterusnya.
2.          Karakteristik Alat Pendidikan Non Material
Muharam A. (2009:133-135) manyatakan bahwa ada beberapa karakteristik perbuatan atau tindakan sebagai alat pendidikan non material, yakni:
a.    Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya dilakukan awal-awal dalam proses pendidikan dengan memikirkan terlebih dahulu tentang bagaimana cara melakukan sesuatu karena manusia mempunyai sifat konservatif yang cenderung untuk mempertahankan atau tidak merubah kebiasaan.
b.    Perbuatan atau tindakan hendaknya membiasakan terdidik akan hal-hal yang harus dikerjakan agar menjadi biasa untuk melakukan sesuatu secara otomatis, tanpa harus disuruh lagi orang lain, atau menunggu sampai orang lain merasa tidak senang padanya karena kebiasaan yang buruknya.
c.    Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya dilakukan dengan hati-hati, baik dalam frekuensi maupun cara melakukannya.
d.   Perbuatan atau tindakan hendaknya digunakan dengan diikuti oleh bimbingan apa yang sebaiknya harus dilakukan terdidik.
e.    Perbuatan atau tindakan hendaknya dilakukan atau diawali dengan memberikan beberapa gambaran yang sesuai sebelum mengajak terdidik untuk melakukannya.
f.     Perbuatan atau tindakan hendaknya pendidik tidak harus memaksakan diri sedemikian rupa sehingga pendidik tidak lagi hidup wajar sebagai pribadi atau sebagai diri sendiri.
g.    Perbuatan atau tindakan hendaknya tidak berlebihan, misalnya dalam memuji karena akan berakibat kurang baik, terutama pada pendidik yang sudah lebih mampu menimbang dengan akalnya.
h.    Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya bijaksana menanggapi kalau ada sesuatu kesalahan dari terdidik, sebab belum tentu suatu kesalahan itu dibuat dengan sengaja. Misalnya dalam menerapkan hukuman pelanggaran yang dilakukan terdidik.

C.      Jenis-jenis Alat Pendidikan
Perlu diketahui bahwa alat pendidikan ialah suatu tindakan atau perbuatan atau situasi atau benda yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Adapun pembagian alat pendidikan menurut Drs. Suwarno dapat dibedakan dari bermacam-macam segi sebagai berikut:
1.         Alat Pendidikan positif dan yang negative, yaitu:
a.    Positif yaitu ditunjukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya: contoh yang baik pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran.
b.    Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya: larangan, selaan, peringatan, ancaman, dan hukuman.
2.         Alat pendidikan preventif dan korektif, yaitu:
a.    Preventif, jika maksudnya mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik, misalnya contoh: pembiasaan, perintah, pujian, ganjaran.
b.    Korektif, jika maksudnya memperbaiki karena anak telah melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk, misalnya: celaan, ancaman, hukuman.
3.         Alat pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, yaitu:
a.    Yang menyenangkan yaitu menimbulkan perasaan senang pada anak-anak, misalnya ganjaran, ujian.
b.    Yang tidak menyenangkan, maksudnya yang menimbulkan perasaan tidak senang pada anak-anak, misalnya hukuman dan celaan.
Drs. Madyo Ekosusilo membagi alat pendidikan menjadi 2 (dua) jenis yaitu:
1.         Alat pendidikan yang bersifat materiil, yaitu alat-alat pengajaran yang berupa benda-benda yang nyata.
2.         Alat pendidikan yang bersifat non materiil yaitu alat-alat pendidikan yang tidak bersifat kebendaan melainkan segala macam keadaan atau kondisi, tindakan dan perbuatan yang diadakan atau dilakukan dengan sengaja sebagai sarana dalam melaksanakan pendidikan.

Mengenai alat-alat pendidikan, kita dapat membedakan alat-alat pendidikan ke dalam dua golongan, yaitu:
1.         Alat pendidikan preventif.
2.         Alat pendidikan represif.
Dari nukilan-nukilan tentang pembagian alat-alat pendidikan secara garis besar ada dua, dengan istilah positif-negatif, materiil non materiil dan preventif korektif/represif.
Alat-alat pendidikan yang bersifat positif mengarah pada agar anak didik mengerjakan hal-hal yang baik, sedangkan alat pendidikan yang bersifat negatif mengarah kepada agar anak didik mengerjakan hal-hal yang buruk.
Alat-alat pendidikan yang bersifat materiil berupa benda-benda nyata yang dapat dilihat dengan indra mata dan dapat diraba dengan indra kulit, sedangkan alat-alat pendidikan yang bersifat non materiil tidak non materiil tidak berupa benda-benda dan oleh karenanya tidak dapat dilihat dengan mata dan diraba dengan kulit tetapi dapat didengar dengan indra telinga dan dapat dirasakan dengan pengertian/pemahaman dan perasaan.
Alat pendidikan yang bersifat preventif ialah alat alat pendidikan yang bersifat pencegahan yaitu mencegah masuknya pengaruh-pengaruh buruk dari luar kedalam diri si anak didik. Pada dasarnya anak lahir dalam keadaan bersih, tidak ada dosa bersama kelahirannya, belum ada pengalaman dan belum tahu apa-apa. Akan menjadi anak baik atau tidak, sangat tergantung pada miliau yang mempengaruhinya. Kewajiban pendidik adalah mendidik anak didik menjadi anak yang baik dan mencegah/membentengi anak didik dari masuknya pengaruh-pengaruh yang buruk kedalam dirinya. Jenis alat-alat pendidikan preventif yang abstrak seperti tata tertib, anjuran, larangan, perintah, disiplin, dan semisalnya.
Alat pendidikan represif atau korektif atau kuratif. Represif artinya bersifat menindas, korektif artinya bersifat memperbaiki, kuratif artinya bersifat penyembuhan. Hal-hal yang ditindas represif adalah sifat negatif yang integrited dengan diri anak didik, seperti sifat malas, murung, minder dan sebagainya. Hal-hal yang diperbaiki (korektif) adalah perbuatan-perbuatan jelek yang sudah menjadi kebiasaan diperbuat anak didik, seperti suka berkelahi, suka bertengkar suka mengambil barang milik orang lain, suka menghina, suka mengejek, suka mengganggu, dan sebagainya. Hal-hal yang disembuhkan (kuratif) adalah penyakit-penyakit jiwa yang yang terdapat didalam diri anak didik seperti iri, dengki, sombong dan sebagainya.
Kewajiban pendidik dalam hal ini adalah mengikis sifat-sifat negatif, kebiasaan-kebiasaan buruk dan penyakit jiwa yang terdapat pada anak didik.adapun yang termasuk alat-alat pendidikan represif/korektif/kuratif yang abstrak seperti pemberitahuan, teguran, peringatan, hukuman, ganjaran, dengan cara bijaksana.
Alat pendidikan menurut Langeveld dipilih atas 4 (empat) aspek :
1.    Berhubungan dengan tujuan pendidikan.
2.    Orang tua yang akan menggunakan alat tersebut.
3.    Bahan perantara (medium) tempat pemakaian alat itu ditujukan, berhubungan dengan jenis bahan obyek, yang hendak diolah untuk mencapai tujuan.
4.    Berhubungan dengan pertanyaan, apakah akibat dari penggunaan alat tersebut.
Selanjutnya Langeveld (1980) mengelompokan lima jenis alat pendidikan, yaitu: 1) Perlindungan, 2) Kesepahaman, 3) Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan, 4) perasaan bersatu, dan 5) Pendidikan karena kepentingan sendiri.
1.         Perlindungan
Perlindungan merupakan syarat dasar bagi semua pergaulan, termasuk didalamnya pergaulan pendidikan. Perlindungan harus datang dari pihak orang dewasa, yang bertindak untuk melindungi anak didik, baik jasmani maupun rohani, sehingga anak merasa terlindung oleh orang dewasa. Beberapa tindakan atau perbuatan pendidikan yang dapat dilakukan berupa memerintah, membiarkan, menghalangi atau melarang, menciptakan, dan memelihara tata tertib.
Orang dewasa (orang tua, guru) menjaga anak, selalu memperhatikanya, anak dilindunginya pada latar jasmaniah, rohaniah, dengan membatasi diri pada perbuatan, kelakuan dan ucapan, dan menjaga anak tersebut agar jangan sampai merugikan dirinya sendiri. Dalam situasi pendidikan bisa muncul alat-alat pendidikan berupa membuat supaya mengalami, memberikan supaya menyelidiki, mengalami atau melarang, memerintahkan, menciptakan dan mempertahankan tata tertib dan peraturan (misalnya tidur harus pada waktunya, kalau makan apa yang ada dalam piringnya harus dihabiskan, dsb).
2.         Kesepahaman
Kesepahaman timbul karena orang dewasa, baik disadari maupun tidak disadari, akan mejadi contoh (teladan) bagi anak didik, dan sebaliknya pula disadari atau tidak, anak akan mencoba (meniru) perbuatan pendidik. Seandainya anak ingin mencontoh perbuatan pendidik, hal ini berarti bahwa anak telah memahami perbuatan pendidik sebagai orang dewasa. Dengan kesepahaman ini terjadilah interaksi pendidikan antar anak dan pendidik, sehingga orang dewasa dan anak dapat berbuat bersama-sama. Dalam hal ini pendidik termasuk guru, tidak hanya menyampaikan (mengajarkan) kebaikan, melainkan juga harus memberikan teladan. Anak meniru perbuatan pendidik, karena ia berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dengan pendidik, yang menjelaskan, menunjukan, dan memberi tugas.
Orang tua atau guru, berbuat bersama-sama dengan anak, atau berbuat dihadapan anak (perbuatan ini dapat ditunjukan kepada anak, namun mungkin juga tidak). Dalam situasi pendidikan mungkin akan muncul alat pendidikan seperti: menjadi teladan dengan memperlihatkan atau berbuat sesuatu yang dapat dijadikan contoh bagi anak, menyuruh meniru (perbuatan), memberi kesempatan untuk turut serta atau untuk melihat dalam suatu kegiatan, menjelaskan, menugaskan, melarang, menghambat (supaya jangan terjadi).
3.         Kesamaan Arah dalam Pikiran dan Perbuatan
Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan dapat berua pembauran dari pendidik dan penyesuaian dari anak didik. Jadi, kesamaan arah ini terjadi antara pembuatan pendidik dan perbuatan anak didik. Kesamaan arah telah melampaui kesepahaman. Karena dalam hal ini anak didik berbuat atau bertindak sesuai dengan kata hati dan kehendaknya. Anak diikutsertakan dalam kehidupan orang dewasa (pendidik) dengan memberikan kesempatan kepadanya turut bertangung jawab gara anak-anak makin mau memikul tanggung jawab dalam hal-hal tertentu anak dapat diberikan tanggung jawab penuh. Anak mengamati berkaitan dengan kepentingannya sendiri.
Dalam hubungan ini perlu diadakan perencanaan bersama, dikemukakan maksud dan tujuan kegiatan, diadakan perjanjian, anak diingatkan pada tanggung jawabnya dan pada janjinya. Dari pihak anak dituntut kedisiplinan pada peraturan dan janjinya.
4.         Perasan Bersatu
Perasaan bersatu timbul karena interaksi yang berlangsung antara pendidik dan anak didik yang bersifat kekeluargaan, dan menimbulkan saling pengertian serta saling mengisi diantara kedua pihak. Anak yang telah terbiasa dalam suasana perasaan bersatu, akan memperoleh perasaan dasar tentang corak hidup bersama (hidup bermasyarakat), untuk saling mengisi, mempercayai, setia, dan jujur. Tindakan atau perbuatan pendidikan untuk memelihara perasaan bersatu dapat berupa menasehati, memperingatkan, menegur, dan dapat juga melaksanakan hukuman.
5.         Pendidikan karena Kepentingan Diri Sendiri
Pendidikan karena kepentingan sendiri, berarti si anak telah menyadari kepentingan dirinya sendiri, dan dia bertanggung jawab untuk membentuk dirinya sendiri. Pendidik memberikan tanggung jawab penuh kepada anak didik agar ia dapat melaksanakan tugas sebagai hasil pilihannya sendiri. Pendidik mengetahui dan menyadari terhadap kepentingan si anak untuk membentuk diri sendiri, dan anak menyadarinya terhadap kepentingan tersebut.
Memberi kebebasan kepada anak didik merupakan alat pendidikan yang terakhir karena anak didik harus bertanggung jawab, harus berdiri sendiri dan bebas untuk memilih nilai-nilai hidup yang sesuai dengan kata hatinya, dan disinilah ia memilih pendidikan dalam taraf penyadarannya. Jadi alat pendidikan ini diberikan kepada anak pada tahap akhir dari pendidikan, dimana anak akan mencapai kedewasaannya.
Dalam kajian filsafat, perlindungan merupakan syarat dasar bagi semua pergaulan, termasuk didalamnya pergaulan pendidikan. Perlindungan HAM datang dari pihak orang dewasa, yang bertindak untuk melindungi anak didik, baik jasmani maupun rohani, sehingga anak merasa terlindung oleh orang dewasa. Beberapa tindakan atau perbuatan pendidikan yang dapat dilakukan berupa memerintah, membiarkan, menghalangi, atau melarang, menciptakan dan memelihara tata tertib.
Kesepahaman timbul karena orang dewasa, baik disadari maupun tidak disadari, akan mejadi contoh (teladan) bagi anak didik, dan sebaliknya pula disadari atau tidak, anak akan mencoba (meniru) perbuatan pendidik. Seandainya anak ingin mencontoh perbuatan pendidik, hal ini berarti bahwa anak telah memahami perbuatan pendidik sebagai orang dewasa. Dengan kesepahaman ini terjadilah interaksi pendidikan antar anak dan pendidik, sehingga orang dewasa dan anak dapat berbuat bersama-sama. Dalam hal ini pendidik termasuk guru, tidak hanya menyampaikan (mengajarkan) kebaikan, melainkan juga harus memberikan teladan. Anak meniru perbuatan pendidik, karena ia berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dengan pendidik, yang menjelaskan, menunjukan, dan memberi tugas.
Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan dapat berupa asimilasi dari pendidik dan konfirmasi dari anak didik. Jadi, kesamaan arah ini terjadi antara perbuatan pendidik dan perbuatan anak didik. Kesamaan arah telah melampaui kesepahaman. Karena dalam hal ini anak didik berbuat atau bertindak sesuai dengan kata hati dan kehendaknya. Perbuatan pendidikan dalam hal ini dapat berupa teladan.
Perasaan bersatu timbul karena interaksi yang berlangsung antara pendidik dan anak didik yang bersifat kekeluargaan, dan menimbulkan saling pengertian serta saling mengisi diantara kedua pihak. Untuk saling mengisi, mempercayai, menghargai, dan jujur. Tindakan atau perbuatan pendidikan untuk memelihara perasaan bersatu dapat berupa menasehati, memperingatkan menegur, dan dapat juga dilaksanakan hukuman.
Adapun alat-alat pendidikan yang dibicarakan pada referensi yang lain yaitu:
1.    Pembiasaan dan pengawasan,
2.    Perintah dan larangan, dan
3.    Ganjaran dan hukuman.
1.         Pembiasaan
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang sangat penting sekali, terutama bagi anak-anak yang masih kecil. Anak-anak kecil belum menginsafi apa yang dikatakan baik dan apa yang dikatakan buruk dalam arti asusila. Juga anak kecil belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa, tetapi mereka sudah mempunyai hak seperti hak dipelihara, hak mendapatkan perlindungan, hak mendapatkan pendidikan. Anak kecil belum kuat ingatannya, ia cepat melupakan apa yang sudah dan baru terjadi. Perhatian mereka mudah beralih kepada hal-hal yang baru, yang lain, yang disukainya. Apalagi pada anak-anak yang baru lahir, hal itu semua belum ada sama sekali atau setidaknya, belum sempurna sama sekali.
Oleh karena itu, sebagai permulaan dan sebagai pangkal pendidikan, pembiasaan merupakan alat satu-satunya. Sejak dilahirkan anak-anak harus dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan dan perbuatan-perbuatan yang baik, seperti dimandikan dan ditidurkan pada waktu tertentu. diberikan makan dengan teratur, dan sebagainya. Makin besar anak itu, kebiasaan-kebiasaan yang baik itu harus tetap diberikan dan dilaksanakan, seperti tidur dan bangun pada waktunya yang teratur, demikian pula makan, mandi, bermain-main, berbicara, belajar dan bekerja.
Anak-anak dapat menurut dan taat kepada peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan-perbuatan baik, didalam rumah tangga atau keluarga, keluarga, disekolah, maupun ditempat lain.
Pembiasaan yang baik penting artinya bagi pembetukan watak anak-anak, dan juga akan terus berpengaruh kepada anak itu sampai hari tuanya. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan pada anak adalah sukar dan kadang-kadang memakan waktu yang lama. Akan tetapi, segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan sukar pula kita ubah. Maka dari itu, lebih baik kita menjaga anak-anak kita supaya mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik daripada terlanjur memiliki kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik.
Supaya pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan baik hasilnya, harus memenuhi beberapa syarat tertentu antara lain:
a.    Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b.    Pembiasaan itu hendaklah terus-menerus (berulang-ulang) dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Untuk itu dibutuhkan pengawasan.
c.    Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan yang telah ditetapkan itu.
d.   Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri.
Hal itu mungkin jika secara berangsur disertai pula dengan penjelasan-penjelasan dan nasihat-nasihat dari si pendidik sehingga makin lama timbullah pengertian dalam diri anak didik. Kita masih ingat bahwa anak adalah mahluk yang mempunyai kata hati dan tujuan pendidikan ialah memimpin anak agar mereka kelak dapat berdiri dan bertanggung jawab sendiri.
2.         Pengawasan
Diatas telah dikatakan bahwa pembiasaan yang baik membutuhkan pengawasan demikian pula, aturan-aturan dan larangan-larangan dapat berjalan dan ditaati dengan baik jika disertai dengan pengawasan yang terus-menerus disini dimaksudkan bahwapendidik hendaklah konsikuen, apa yang telah dilarang hendaknya selalu dijaga jangan sampai dilanggar dan apa yang telah diperintahkan jangan sampai diingkari. Juga pengawasan ini perlu sekali untuk menjaga bilamana ada bahaya-bahaya yang dapat merugikan perkembangan anak-anak baik jasmani maupun rohaninya.
Pengawasan itu penting sekali dalam mendidik anak-anak. Tanpa pengwasan berati membiarkan anak berbuat sekehendaknya, anak tidak dapat membedakan yang baik dan yang buru, tidak mengetahui mana yang harus dihindari atau tidak senonoh, dan mana yang boleh dan harus dilaksanakan, mana yg mebahayakan dan mana yang tidak.
Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya, akan menjadi manusia yang hidup menurut nafsunya saja. Kemungkinan besar anak itu menjadi tidak patuh dan tidak dapat mengetahui kemana arah tujuan hidup yang sebenarnya.
Memang, adapula ahli-ahli didik yang menuntut adanya kebebasan yang penuh dalam pendidikan. Rousseau umpanya, adalah seorang pendidik yang beranggapan bahwa semua anak sejak dilahirkan adalah baik, menganjurkan pendidikan menurut alam. Menurut pendapatnya, anak seharusnya dibiarkan tumbuh menurut alamnya yang baik itu sehingga mengenai hukuman pun rousseau menganjurkan hukuman alami.
Tetapi, pendapat ahli didik sekarang umumnya sependapat bahwa pengawasan adalah alat pendidikan yang penting dan harus dilaksanakan, biarpun secara berangsur-angsur anak tersebut harus diberi kebebasan. Pendapat yang akhir ini mengatakan bukanlah kebebasan itu dijadikan pangkal atau permulaan pendidikan, melainkan kebebasan itu yang hendak diperoleh pada akhirnya. Tentu saja pengawasan itu dilakukan oleh pendidik dengan mengingat usia anak-anak. Anak-anak yang masih kecil sangat membutuhkan pengawasan. Makin besar anak itu, makin berkurang pengawasannya sehingga berangsur-angsur anak dapat bertanggung jawab atas tindakan dan perbuatannya.
Jadi, dalam hal ini harus ada perbandingan antara pengawasan dan kebebasan. Tujuan mendidik adalah membentuk anak supaya akhirnya dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri atas perbuatannya, mendidik kearah kebebasan. Makin besar anak itu makin dikurangi pengawasan terhadapnya dan sebaliknya makin diperbesar kebebasan yang diberikan kepadanya.
3.         Perintah
Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseorang yang harus dikerjakan oleh orang lain, melainkan dalam hal ini termasuk pula peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh anak-anak, tiap-tiap perintah dan peraturan dalam pendidikan mengandung norma-norma kesusilaan, jadi bersifat memberi arah atau mengandung tujuan kearah perbuatan asusila.
Tentu saja suatu perintah atau peraturan itu dapat mudah ditaati oleh anak-anak jika pendidik sendiri menaati dan hidup menuntut peraturan-peraturan itu, jika apa yang harus dilakukan oleh anak-anak itu sebenarnya sudah dimiliki dan menjadi pedoman pula bagi hidup si pendidik.
Seorang guru yang selalu datang terlambat dalam mengajar, tidak mungkin diataati perintahnya supaya anak-anaknya selalu datang tepat pada waktunya. Tidak mungkin suatu aturan sekolah ditaati oleh murid-murid jika guru sendiri tidak mematuhi peraturan yang telah dibuatnya itu. Dengan singkat kita mengatakan bahwa dalam berbagai hal, dalam pendidikan, contoh atau teladan dari si pendidik merupakan alat pendidikan yang penting pula, bahkan yang utama sekali. Dari pelajaran ilmu jiwa anak kita telah mengetahui bahwa sejak kecil manusia itu lebih lagi anak-anak telah mempunyai dorongan meniru, dan suka mengidentifikasi diri terhadap perbuatan dan tingkah laku orang lain, terutama terhadap orang tuanya atau gurunya.
Juga segala alat pendidikan yang lain, seperti perintah, larangan, nasihat, dan hukuman, berhasil tidaknya sangat bergantung pada contoh teladan dari seorang pendidik, baik yang sengaja maupun yang tidak disengaja, sering lebih meresap kedalam hati sanubari anak-anak daripada perintah atau larangan yang diberikan kepada anak-anak itu.
Supaya perintah-perintah yang dilancarkan oleh si pendidik terhadap anak didiknya dapat ditaati sehingga dapat tercapai apa yang dimaksud, hendaklah perintah-perintah itu memiliki syarat-syarat tertentu:
a.    Perintah hendaknya terang dan singkat, jangan terlalu banyak komentar, sehingga mudah dimengerti oleh anak.
b.    Perintah hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan umur anak sehingga jangan sampai memberi perintah yang tidak mungkin dikerjakan oleh anak itu.
c.    Kadang-kadang perlu juga kita mengubah perintah itu menjadi suatu perintah yang bersifat permintaan sehingga tidak terlalu keras kedengarannya.
d.   Jangalah terlalu banyak dan berlebih-lebihan memberi perintah, sebab dapat mengakibatkan anak itu menjadi tidak patuh, tetapi menentang.
e.    Pendidik hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah diperintahkannya.
f.     Suatu perintah yang bersifat mengajak – si pendidik turut melakukannya – umumnya lebih ditaati oleh anak-anak, dan dikerjakannya dengan gembira.
4.         Larangan
Disamping memberi perintah sering juga kita harus melarang perbuatan anak-anak. Larangan itu biasanya kita keeluarkan jika anak melakukan sesuatu yang tidak baik, yang merugikan atau yang dapat membahayakan dirinya. Kalau kita perhatikan benar-benar, umumnya didalam rumah tangga larangan itu merupakan alat mendidik satu-satunya yang banyak dipakai oleh para ibu dan bapak terhadap anaknya. Sebenarnya pendapat demikian itu tidak benar. Seorang anak yang selalu dilarang dalam segala perbuatan dan permainanya sejak kecil, dapat terhambat perkembangan jasmani dan rohaninya. Seorang ibu atau ayah yang sering melarang perbuatan anaknya, dapat mengakibatkan bermacam sikap atau sifat yang kurang baik pada anak itu.
Ada beberapa hal yang perlu diingat dalam memberi larangan:
a.    Sama halnya dengan perintah, larangan itu harus diberikan dengan singkat, supaya dimengerti maksud larangan itu.
b.    Jika mungkin larangan itu dapat memberi penjelasan singkat. Jika tidak mungkin, anak harus menerima saja larangan itu (bilamana?).
c.    Jangan terlalu sering melarang, akibatnya tidak baik (lihat uraian diatas!).
d.   Bagi anak-anak yang masih kecil, larangan dapat dicegah dengan membelokan perhatian anak kepada sesuatu yang lain, yang menarik minatnya.
5.         Ganjaran
Ganjaran adalah suatu alat pendidikan. Jadi, dengan sendirinya maksud ganjaran itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya merasa senang karena perbuatan atau pekerjaaannya mendapatkan penghargaan. Umunya anak mengetahui bahwa pekerjaan atau perbuatannya yang menyebabkan ia mendapatkan ganjaran itu baik. Selanjutnya pendidik bermaksud juga supaya ganjaran itu anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi potensi yang telah dapat dicapainya. Dengan kata lain, anak lebih keras kemauannya untuk bekerja dan berbuat yang lebih baik lagi.
Jadi, maksud ganjaran itu yang terpenting bukanlah hasilnya yang diapai oleh anak, melainkan dengan hasil yang terlah dicapai anak itu pendidik bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan keras pada anak itu.
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam memberikan ganjaran:
a.    Untuk memeberi ganjaran yang pendagogis perlu sekali guru mengenal betul betul muridnya dan tahu menghargai dengan tepat.
b.    Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak janganlah hendaknya menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapat ganjaran.
c.    Memberi ganjaran hendaknya hemat.
d.   Janganlah memberi ganjaran dengan menjanjikan terlebih dahulu sebelum anak-anak menunjukan prestasi kerjanya apalagi ganjaran yang diberikan kepada seluruh kelas.
e.    Pendidik harus berhati-hati memberikan ganjaran, jangan sampai ganjaran yang diberikan kepada anak-anaknya dterimanya dengan upah dari jerih payah yang dilakukannya.
6.  Hukuman
Mengenai hukuman itu, ada beberapa pandangan filsafat dan kepercayaan yang menganggap hidup itu sendiri adalah sebuah hukuman, dan menganggap bahwa kelepasan dari hidup ini didunia sebagai suatu ganjaran yang tinggi. Pandangan hidup yang demikian menganjurkan, jika manusia menghendaki  terhindar dari hukuman atau penderitaan, harus dapat mengasingkan diri dari kehidupan yang nyata dan pergi bertapa ketempat sunyi. Sebaliknya adapula penganut agama dan filsafat yang berpendirian sebaliknya dari pendapat tersebut. Mereka menganggap hidup itu sebagai kebahagiaan yang tak henti-hentinya, sedangkan mati justru sebagai hukuman yang sangat ditakuti dan tidak dapat dihindarkan atau dielakkan.
Suatu masyarakat yang masih menggap adanya kasta-kasta, beranggapan bahwa orang-orang yang termasuk golongan masyarakat yang rendah sebagai orang yang terhukum seumur hidup karena dosanya yag diperbuat dahulusedangkan orang-orang yang termasuk golongan yang tinggi adalah orang-orang yang telah mendapatkan ganjaran karena kehidupan dan perbuatannya baik.
Adapun yang dibicarakan selanjutnya dalam buku ini adalah hukuman yang bertalian erat dengan pendidikan. Jadi, khusus buat sekolah dan rumah tangga, atau dengan kata lain hukuman sebagai alat pendidikan. Dalam pada itu, kita tidak boleh melupakan bahwa hukuman sebagai alat pendidikan sebenarnya tidak dapat terlepas pula dari sistem kemasyarakatan serta kenegaraan yang berlaku pada waktu itu.
Masalah hukuman merupakan masalah etis, yang menyangkut soal buruk dan baik, soal norma-norma. Sedangkan kita telah kita bicarakan dalam bab dimuka bahwa pandangan manusia tentang baik dan buruk itu berbeda-beda dan berubah-ubah. Sabagai pangkal uraian selanjutnya mengenai hukuman dalam proses pendidikan, dapatkah kiranya kita mengatakan tentang hukuman itu sebgaai berikut, “Hukuman ialah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau kesalahan.”
Sebagai alat pendidikan, hukuman hendaklah:
a.    Senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran.
b.    Sedikit banyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan.
c.    Selalu bertujuan kearah perbaikan, hukuman itu hendaklah diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri.







BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan dan situasi mana, dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan pendidikan.
Karakteristik alat pendidikan ada yang material dan non material. Alat pendidikan menurut Drs. Suwarno dapat dibedakan dari bermacam-macam segi: alat pendidikan positif dan negatif; alat pendidikan preventif dan korektif, serta alat pendidikan menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Langeveld (1980) mengelompokan lima jenis alat pendidikan, yaitu: 1) Perlindungan, 2) Kesepahaman, 3) Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan, 4) perasaan bersatu, dan 5) Pendidikan karena kepentingan sendiri.

B.       Saran
Sebagai calon guru (pendidik) kita harus mengetahui tentang alat-alat pendidikan agar ketika masuk pada dunia pendidikan sudah menguasai hal tersebut.







DAFTAR PUSTAKA
Aliet Noorhayati S, (2014). Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish
Purwanto Ngalim, (2003). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Ofset
Uyoh Sadulloh, (2011). Pedagogik (Ilmu Mendidik), Bandung: Alfabeta
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, (2015). Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PEDAGOGIK SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

MAKALAH KASIH SAYANG, KEWIBAWAAN, DAN TANGGUNGJAWAB PENDIDIKAN