MAKALAH PEDAGOGIK SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
MAKALAH
PEDAGOGIK
SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
Ditujukan guna Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pedagogik
Dosen
Pengampu: Nurjaman M.pd.I

Disusun
Oleh:
Kelompok 03
SD15-A1
Kelompok 03
SD15-A1
Delia Dwi
Wahyuning 150641034
Helmi
Miliyanti 150641026
Iis
Istiqomah 150641024
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana dengan rahmat dan
karunianya yang luar biasa kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tentang Pedagogik
sebagai Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam mata
kuliah Pedagogik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang Pedagogik sebagai Ilmu Pengetahuan yang dapat di terapakan dalam kehidupan
kita pada saat menjadi seorang pendidik.
Kami telah berusaha menyusun makalah ini sebaik mungkin.
Akan tetapi kami sadar karena tak ada gading yang tak retak begitu juga makalah
ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran demi
perbaikan makalah ini akan kami sambut dengan senang hati, agar lebih baik
dalam pembuatan makalah yang akan datang.
Cirebon, 24 Oktober 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................ 1
BAB II. PEMBAHASAN
A. PEDAGOGIK
SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN…………… 3
1)
Pengertian ilmu pengetahuan……………………………........... 3
2)
Pengertian
pedagogik……..……………..................................... 5
3)
Pengertian pedagogik sebagai ilmu pengetahuan…………......... 6
4)
Status keilmuan pedagogik………………….............................. 7
5)
Karakteristik keilmuan pedagogik ………………...................... 8
6)
Fungsi keilmuan
pedagogik......................................................... 9
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN........................................................................ ...... 11
B. SARAN.................................................................................... ...... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pentingnya kejelasan tentang pedagogik
sebagai ilmu atau bukan ada dua kepentingan. Sebagai penegasan terhadap status
(posisi) dan memperkuat keyakinan terhadap sifat kebenaran dan kegunaan dari
sistem teori dalam pedagogik tersebut. Untuk mengawali kajian pada subbab ini,
diuraikan terlebih dahulu tentang pengertian ilmu.
Pendidikan merupakan
salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan, dimana aspek yang menjadi
subjek sekaligus objek yang penting dalam hal ini adalah peserta
didik.Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik namun
mendidik Pedagogik atau ilmu pendidikan adalah
ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan
mendidik. Jagi pedagogy mengandung makna sebagai seorang anak yang pergi dan
pulang sekolah di antar, di bimbing, dan di pimpin oleh seorang pembantu. Pada
awalnya istilah pedagos merupakan pekerjaan yang paling rendah, namun
seiring berjalannya waktu istilah ini sekarang menjadi pekerjann mulia yaitu
pekerjaan mendidik anak.
B.
RumusanMasalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan Ilmu Pengetahuan?
2. Apa
yang dimaksud pedagogik?
3. Apa pengertian pedagogic sebagai ilmu?
4. Apasaja status keilmuan pedagogik?
5. Apa saja karakteristik pedagogik?
6. Apa saja fungsi pedagogik?
C. Tujuan
1.
Agar dapat mengetahui
dan memahami apa arti ilmu pengetahuan.
2.
Supaya dapat memahami
apaitu pedagogik.
3.
Agar dapat memahami
apa itu pedagogik.
4.
Supaya kita dapat
memahami sepertiapa status keilmuan pedagogik.
5.
Agar dapat mengetahui
fungsi dan karakteristk apa saja yang dimiliki pedagogik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianIlmuPengetahuan
Secara etimologis ilmu berasal dari
kata alama (bahasa Arab) yang berarti tahu. George Thomas White Patrick dalam
bukunya Introduction to Philosophy menyatakan bahwa dalam bahasa latin dikenal
pula kata scio, scire (sebagai asal kata science) yang juga berarti tahu.
Berdasarkan asal usul katanya itu, maka ilmu atau science berarti pengetahuan.
Kneller (Syaripudin & Kurniasih, 2008) mengklasifikasikan pengetahuan
menjadi revealed knowledge, intuitive knowledge, rational knowledge, empirical
knowledge, dan authoritative knowledge; di samping ada juga yang
mengklasifikasikan menjadi commonsense knowledge, scientific knowledge,
philosophical knowledge, dan religious knowledge.
Secara etimologis dan secara umum istilah ilmu (sebagaimana dipahami masyarakat umum dalam kehidupan sehari-hari), maka semua pengetahuan – sebagaimana telah dikemukakan di atas – tergolong ilmu. Namun, dalam konteks studi akademik, sejak zaman modern sebagaimana dirintis oleh Francis Bacon (1560-1662), Galileo Galilei (1564-1642), Newton (1642-1727) dan lain-lain, istilah ilmu atau science telah mengalami perubahan arti. Ilmu mempunyai arti yang spesifik, yaitu hanya berkenaan dengan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Sebagaimana yang dikemukakan Titus et. Al. (Syaripudin & Kurniasih, 2008) terdapat tiga kemungkinan penggunaan istilah ilmu (science). Pertama, istilah ilmu digunakan untuk menunjuk bodies of knowledge, misal: fisika, kimia, psikologi dan lain-lain. Kedua, istilah ilmu untuk menunjuk a body of systematic knowledge, yaitu konsep-konsep, hipotesis-hipotesi, hukum-hukum, teori-teori, dan sebagainya yang tersusun secara sistematis dan dibangun melalui kerja para ilmuwan selama bertahun-tahun. Ketiga, istilah ilmu digunakan untuk menunjuk cara kerja tertentu, yaitu scientific method atau metode ilmiah. Dari pernyataan Titus et. Al. Tersebut, dapat dipahami bahwa pengertian istilah ilmu pada dasarnya mempunyai dua dimensi, yaitu (1) sebagai hasil studi (sebagaimana terkandung dalam penggunaan istilah ilmu yang pertama dan kedua seperti dikemukakan Titus et. Al.), dan (2) sebagai metode studi, yaitu metode ilmiah (sebagaimana yang diungkap dalam yang ketiga oleh Titus et. Al.). kedua dimensi pengertian yang terkandung dalam istilah ilmu tersebut sesungguhnya tidak dapat dipisahkan, karena antara kedua-duanya berhubungan erat dalam membangun satu pengertian ilmu. Sejalan dengan hal ini Lenzen (Syaripudin & Kurniasih, 2008) menyatakan bahwa batasan ilmu menunjukkan suatu aktivitas kritis penemuan dan juga sebagai pengetahuan yang sistematis yang didasarkan kepada aktivitas kritis penemuan tersebut. Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa dewasa ini secara operasional dan substansial istilah ilmu mengandung arti sebagai cara kerja ilmiah dan hasil kerja ilmiah. Ilmu adalah pengetahuan ilmiah yang dihasilkan melalui metodeilmiah.
Secara etimologis dan secara umum istilah ilmu (sebagaimana dipahami masyarakat umum dalam kehidupan sehari-hari), maka semua pengetahuan – sebagaimana telah dikemukakan di atas – tergolong ilmu. Namun, dalam konteks studi akademik, sejak zaman modern sebagaimana dirintis oleh Francis Bacon (1560-1662), Galileo Galilei (1564-1642), Newton (1642-1727) dan lain-lain, istilah ilmu atau science telah mengalami perubahan arti. Ilmu mempunyai arti yang spesifik, yaitu hanya berkenaan dengan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Sebagaimana yang dikemukakan Titus et. Al. (Syaripudin & Kurniasih, 2008) terdapat tiga kemungkinan penggunaan istilah ilmu (science). Pertama, istilah ilmu digunakan untuk menunjuk bodies of knowledge, misal: fisika, kimia, psikologi dan lain-lain. Kedua, istilah ilmu untuk menunjuk a body of systematic knowledge, yaitu konsep-konsep, hipotesis-hipotesi, hukum-hukum, teori-teori, dan sebagainya yang tersusun secara sistematis dan dibangun melalui kerja para ilmuwan selama bertahun-tahun. Ketiga, istilah ilmu digunakan untuk menunjuk cara kerja tertentu, yaitu scientific method atau metode ilmiah. Dari pernyataan Titus et. Al. Tersebut, dapat dipahami bahwa pengertian istilah ilmu pada dasarnya mempunyai dua dimensi, yaitu (1) sebagai hasil studi (sebagaimana terkandung dalam penggunaan istilah ilmu yang pertama dan kedua seperti dikemukakan Titus et. Al.), dan (2) sebagai metode studi, yaitu metode ilmiah (sebagaimana yang diungkap dalam yang ketiga oleh Titus et. Al.). kedua dimensi pengertian yang terkandung dalam istilah ilmu tersebut sesungguhnya tidak dapat dipisahkan, karena antara kedua-duanya berhubungan erat dalam membangun satu pengertian ilmu. Sejalan dengan hal ini Lenzen (Syaripudin & Kurniasih, 2008) menyatakan bahwa batasan ilmu menunjukkan suatu aktivitas kritis penemuan dan juga sebagai pengetahuan yang sistematis yang didasarkan kepada aktivitas kritis penemuan tersebut. Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa dewasa ini secara operasional dan substansial istilah ilmu mengandung arti sebagai cara kerja ilmiah dan hasil kerja ilmiah. Ilmu adalah pengetahuan ilmiah yang dihasilkan melalui metodeilmiah.
Terdapat tiga syarat pokok yang
harus dipenuhi oleh suatu disiplin ilmu yang otonom. Ketiga syarat yang
dimaksud, yaitu;
1) Memiliki
objek studi (objek formal) tersendiri yang membendakannya dari objek studi disiplin
ilmu yang lainnya.
2) Metodis,
yaitu menggunakan metode (metode penelitian ilmiah) tertentu yang tepat dalam
rangka mempelajari objek studinya
3) Sistematis,
artinya bahwa hasil studinya merupakan satu kesatuan pengetahuan mengenai objek
studinya yang tersusun saling berhubungan secara terpadu.
Ada yang berpendapat bahwa selain ketiga syarat atau kriteria di atas masih terdapat satu syarat lagi yang harus dipenuhi oleh suatu disiplin ilmu yang otonom. Satu syarat yang dimaksud adalah terjadinya progres, artinya bahwa sistem pengetahuan yang dimaksud mengalami kemajuan atau terus berkembang. Namun demikian, ada pula yang menentang pendapat tersebut. Alasannya, bahwa bertambah tidaknya pengetahuan sebagai isi suatu ilmu atau maju tidaknya suatu ilmu, akan tergantung kepada ada atau tidaknya ilmuwan yang melibatkan diri untuk mengembangkan ilmu yang bersangkutan adapun hal tersebut tidak akan turut menemukan status keilmuan, melaikan hanya akan menemukan “hidup” tidaknya ilmu yang bersangkutan.
Ada yang berpendapat bahwa selain ketiga syarat atau kriteria di atas masih terdapat satu syarat lagi yang harus dipenuhi oleh suatu disiplin ilmu yang otonom. Satu syarat yang dimaksud adalah terjadinya progres, artinya bahwa sistem pengetahuan yang dimaksud mengalami kemajuan atau terus berkembang. Namun demikian, ada pula yang menentang pendapat tersebut. Alasannya, bahwa bertambah tidaknya pengetahuan sebagai isi suatu ilmu atau maju tidaknya suatu ilmu, akan tergantung kepada ada atau tidaknya ilmuwan yang melibatkan diri untuk mengembangkan ilmu yang bersangkutan adapun hal tersebut tidak akan turut menemukan status keilmuan, melaikan hanya akan menemukan “hidup” tidaknya ilmu yang bersangkutan.
Diantara para ilmuwan telah banyak
yang menyatakan bahwa pedagogik berstatus sebagai suatu ilmu yang otonom.
Menurut banyak ahli, pandangan ilmiah tentang gejalan pendidikan itu
(pedagogik) merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu tentang
humanisme (human sciences) seperti ekonomoi, hukum, sosiologi, dan sebagainya
(Drikarya dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Pendapat di atas dapat
dikaji dengan mengacu pada tiga persyaratan (kriteria) keilmuan sebagaimana
telah dikemukakan terdahulu, yaitu berkenaan dengan (1) objek studinya; (2)
metode studinya; dan (3) sifat sistematis dari hasil studinya.
B.
Pengertian
Pedagogik
Istilah pedagogik (bahasa Belanda:
paedagogiek, bahasa Inggris: pedagogy) berasal dari dua kata dalam bahasa
Yunani kuno, yaitu paedos yang berarti anak dan agogos yang berarti mengantar,
membimbing atau memimpin. Dari dua kata tersebut terbentuk beberapa istilah
yang masing-masing memiliki arti tertentu. Istilah-istilah yang dimaksud yakni
paedagogos, pedagogos (paedagoog atau pedagogue), paedagogia, pedagogi
(paedagogie), dan pedangogik (paedagogiek). Dari kata paedos dan agogos
terbentuk istilah paedagogos yang berarti seorang pelayan atau pembentu pada
zaman Yunani kuno yang tugasnya mengantar dan menjemput anak majikannya ke
sekolah, selain juga bertugas untuk selalu membimbing atau memimpin anak-anak
majikannya. Selanjutnya terjadi perubahan istilah, yang dulunya sebagai
pelayanan atau pembantu menjadi pedagog yang memiliki arti sebagai ahli didik
atau pendidik. Namun secara prinsipil, bahwa dalam pendidikan anak ada
kewajiban untuk membimbing hingga mencapai kedewasaan (Syaripudin &
Kurniasih, 2008). Di sisi lain, ada juga paedagogia, yaitu pergaulan dengan
anak-anak yang kemudian berubah menjadi paedagogie atau pedagogi yang berarti
praktik pendidikan anak atau praktik mendidik anak; dan terbentuklah istilah
paedagogiek atau pedagogik yang berarti ilmu pendidikan anak atau ilmu mendidik
anak.Dalam beberapa literatur, ditemukan di antara pendidik dan ahli ilmu
pendidikan menyatakan pedagogik sebagai ilmu pendidikan atau ilmu mendidik.
C.
Pengertian
Pedagogik Sebagai Ilmu Pengetahuan
Berdasarkan perspektif pengertian
pendidikan secara “luas”, maka tujuan itu tidak terbatas, tujuan pendidikan
sama dengan tujuan hidup (Mudyaharjo dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008).
Oleh karena itu, pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak usia dini,
anak, dewasa dan bahkan tahapan usia lanjut. Mengacu pada asumsi ini, maka
terdapat beberapa cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli,
yaitu pedagogik, andragogi, dan gerogogi (Sudjana dalam Syaripudin &
Kurniasih, 2008). Jadi, mengacu pada pengertian pendidikan dalam arti luas,
yang benar dalam konteks ini, bahwa Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak. Akan
tetapi, Langeveld (Syaripudin & Kurniasih, 2008) dalam bukunya “Beknopte
Theoritiche Paedagogiek” pendidikan dalam arti yang hakiki ialah proses
pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa; dan
mendidik adalah tindakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja
oleh orang dewasa untuk membantu atau membimbing anak (orang yang belum dewasa)
agar mencapai kedewasaan. Lanjut Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak
mengenal kewibawaan. Syaratnya anak mengenal kewibawaan adalah ketika anak
memiliki kemampuan dalam memahami bahasa. Oleh karena itu, batas bawah
pendidikan atau pendidikan mulai berlangsung yakni ketika anak mengenal
kewibawaan. Sedangkan batas atas pendidikan atau saat akhir pendidikan adalah
ketika tujuan pendidikan telah tercapai, yaitu kedewasaan. Bila anak belum
mengenal kewibawaan, pendidikan belum dapat dilaksanakan, dan dalam kondisi ini
yang dapat dilaksanakan adalah pra-pendidikan atau pembiasaan. Dengan demikian,
menurut tinjuaan pedagogik tidak ada pendidikan untuk orang dewasa, apalagi
untuk manusia lanjut. Pendidikan hanyalah bagi anak. Jadi, apabila mencau pada
pengertian pendidikan menurut tinjauan pedagogik, maka pernyataan “pedagogik
adalah ilmu pendidikan anak” sama maknanaya dengan “pedagogik adalah ilmu
pendidikan. Tetapi ketika mengacu pada pengertian pendidikan secara luas di
awal, tidak benar apabila pedagogik dimaknai sebagai ilmu pendidikan.
D.
Status
Keilmuan Pedagogik
Diantara para ilmuwan telah banyak
yang menyatakan bahwa pedagogik berstatus sebagai suatu ilmu yang otonom.
Menurut banyak ahli, pandangan ilmiah tentang gejalan pendidikan itu
(pedagogik) merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu tentang humanisme
(human sciences) seperti ekonomoi, hukum, sosiologi, dan sebagainya (Drikarya
dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Pendapat di atas dapat dikaji dengan
mengacu pada tiga persyaratan (kriteria) keilmuan sebagaimana telah dikemukakan
terdahulu, yaitu berkenaan dengan (1) objek studinya; (2) metode studinya; dan
(3) sifat sistematis dari hasil studinya.Dapat dirumuskan bahwa objek studi
ilmu meliputi berbagai hal sebatas yang dapat dialami manusia. Objek studi ilmu
dibedakan menjadi: (1) objek material, dan (2) objek formal. Objek material
adalah seseuatu yang dipelajari oleh suatu ilmu dalam wujud materinya,
sedangkan objek formal adalah suatu bentuk yang khas atau spesifik dari objek
material yang dipelajari oleh suatu ilmu. Setiap disiplin ilmu memiliki objek
material dan objek formal tertentu. Beberapa disiplin ilmu mungkin memimiliki
objek material yang berbeda, tetapi mungkin pula mempunyai objek material yang
sama. Namun demikian, sebagai ilmu yang ototnom setiap ilmu harus mempunyai
objek formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal ilmu yang lainnya.
Objek meterial pedagogik adalah manusia, objek material pedagogik ini adalah
sama halnya dengan objek material psikologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya.
Namun demikian, pedagogik memiliki objke formal tersendiri, atau mempunya objek
formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi dan
sebagainya. Objek formal spikologi adalah proses mental dan tingkah laku
manusia; objek formal ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia, melalui
proses produksi, distribusi dan pertukaran; sedangkan objek formal pedagogik
adalah “fenomena pendidikan” atau “situasi pendidikanÔ (Drikarya, 1980 &
Langeveld, 1980 dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008).
Semua disiplin ilmu dalam mempelajari
objek studinya tentu menggunakan metode ilmiah, demikian pula pedagogik. Dalam
rangka operasinya, metode ilmiah dijabarkan ke dalam metode penelitian ilmiah.
Adapun metode penelitian ilmiah tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
(1) metode penelitian kualitatif dan (2) metode penelitian kuantitatif.
Yang tergolong metode penelitian
kualitatif antara lain fenomenologi, hermeneutika, dan etnometodologi,
sedangkan yang tergolong metode penelitian kuantitatif antara lain metode
eksperimen, metode kuasi eksperimen, metode korelasional dan sebagainya.
Kelompok filsuf dan ilmuan tertentu berpendapat bahwa metode penelitian
kualitatif merupakan metode penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, sedangkan metode
penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmu kealaman. Sebaliknya, pada
zaman keemasan sains modern (modern science), yaitu zamah keemasa ilmu-ilmu
yang dilandasi filsafat positivisme dan pradigman Newtodian, ada di antara para
filsuf dan ilmuan yang berpendapat bawa ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu kemanusiaan
adau ilmu sosial termasuk di dalamnya pedagogik, dalam rangka studinya
seharusnya menggunakan metode kuantitatif atau metode penelitian kealaman.
Menurut mereka, sesuatu “ilmu” (termasuk pedagogik) apabila tidak menggunakan
metode penelitian ilmu kealaman (metode kuantitatif) maka diragukan status
keilmuannya.
Adapuncabang-cabang
ilmu pendidikan menurut M.J. Langeveld (1992):
1.
Ilmu pendidikan teoritis
a.
Ilmu pendidikan sistematis
b.
Sejarah pendidikan
c.
Ilmu perbanidngan
pendidikan
2.
Ilmu mendidik praktis
a.
Didaktik atau metodik
b.
Pendidikan keluarga
pendidikan keagamaan
E.
Karakteristik Ilmu
Pendidikan
1. Landasan
Ilmu Pendidikan
Ilmu
pendidikan selalu erat kaitannya dengan eksistensi manusia yang mempunyai
tujuan hidup. Oleh karena itu ilmu pendiidkan hanya akan berdirih kokoh dan
berkembang dengan pesat apabila berlandaskan agama, pandangan hidup,
filsafat hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai-nilai yang
bersumber dari agama merupakan landasan yang paling kuat, karena dengan berlandaskan
agama, maka norma-norma yang diemban oleh ilmu pendidikan tidak mudah goyah dan
tidak terlalu subyektif.
2. Obyek Ilmu Pendidikan
Obyek
ilmu pendidikan terdiri dari obyek material dan obyek formal. Obyek material
ilmu pendidikan adalah manusia. Menurut H.D Sudjana (2000) manusia sebagai
obyek material ilmu pendidikan di klasifikasikan berdasarkan pengelompokannya ;
manusia sebagai individu, sebagai kelompok, sebagai komunitas, dan manusia
sebagai masyarakat. Berdasarkan perkembangannya yaitu, manusia pada masa usia
dini, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Obyek formal ilmu
pendidikan adalah situasi pendidikan/ situasi pedagogis (M.J. Langveld;1952).
3. Metode Ilmu Pendidikan
Dalam
ilmu pendidikan menggunakan metode penelitian ilmiah, yakni prosedur yang
menggunakan pola piker dan pola kerja yang sistematis untuk mendapatkna
kebenaran pengeahuan yang sah dan dapat di percaya.
4.Isi Ilmu Pendidikan
Isi
ilmu pendidikan merupakan struktur pengetahuan yang antara lain memuat
postulat, asumsi, konsep teori, generalisasi, hokum, prinsip dan model.
· Postulat adalah pandangan mendasar yang kebenarannya diterima
tanpa perlu ada pembuktian secara empiris. Seperti manusia adalah makhluk yang
perlu dan dapat di didik serta dapat mendiidk sendiri.
· Asumsi yaitu pendapat/ pandangan yang di dasarkan pada
kerangka berfikir tertentu, yang kebenaran pada umumnya diterima, namun masih
perlu diperiksa secara empiris.
· Konsep, ialah serangkaian pengertian atau pendapat yang
konsisten, yang dihasilkan dari pemikiran atau pengalaman.
· Teori adalah kumpulan konsep – konsep yang tersusun secara
sistematis dalam bentuk struktur teoritis yang pada umumnya memberi penjelasan
mengapa sesuatu gejala atau peristiwa lain terjadi.
· Generalisasi, yaitu keismpulan umum yang ditarik berdasarkan
pengalaman-pengalaman khusus, biasanya sebagai kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ilmiah.
· Hukum, yaitu pernyataan atau pendapat yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk pernyataan “jika maka” yang berlaku umum bagi
sekelompok gejala, sebagai hasil gejala suatu generalisasi dari riset ilmiah.
· Prinsip, yaitu hokum dalam bentuk pendapat yang berlaku umum
bagi sekelompok gejala tertentu, namun tidak selalu berbentuk pernyataan jika
maka.
· Model, yaitu suatu bentuk teori atau serangkaian teori.
F. Fungsi Keilmuan Pedagogik
Sebagaimana
ilmu pada umumnya, pedagogik mempunyai fungsi tertentu. Pedagogik mempunyai
lima fungsi :
1.
Fungsi deskriptif dan preskriptif. Maksudnya bahwa pedagogik, selain berfungsi
untuk menggambarkan atau menjelaskan mengenai apa, mengapa dan bagaimana
sesunggunya pendidikan anak (deskriptif), juga berfungsi untuk memberikan
petunjuk tentang siapa seharunya pendidik dan bagaimana seharusnya pendidik
bertindak dalam rangka mendidik anak.
2.
Fungsi memprediksi. Penggambaran atau penjelasan mengenai pendidikan anak
sebagai suatu hasil studi dalma pedagogik mengimplikasikan bahwa pedagogik akan
dapat memberikan prediksi-prediksi tertentu tentang apa yang mungkin terjadi
dalam rangka pendidikan anak.
3.
Fungsi mengontrol. Berdasarkan prediksi-prediksi seperti dijelaskan di atas,
maka dengan pedagogik itu dapat dilakukan kontrol (pengendalian) agar sesuatu
yang baik/yang diharapkan berkenaan dengan pendidikan anak dapat terjadi,
sedangkan sesuatu yang tidak baik/yang tidak diharapkan yang berkenaan dengan
pendidikan anak tidak terjadi.
4.
Fungsi mengembangkan. Maksudnya bahwa pedagogik mempunyai fungsi untuk
melanjutkan hasil penemuan yang lalu dan berupaya untuk menghasilkan
temuan-temuan yang baru.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pedagogik adalah
ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu. Pedagogic
merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya pendidik
berhadapan dengan anak didik, serta tugas pendidik dalam mendidik anak agar mampu
secara mandiri menyelesaikan tuga shidupnya. Dan pedagogik juga memiliki fungsi:
1)
Fungsi deskriptif dan
preskriptif
2)
Fungsi memprediksi
3)
Fungsi mengontrol
4)
Fungsi mengembangkan
B.
Saran
Dengan adanya
makalah ini pembaca bisa dapat mengetahui dan memahami tentang pedagogik sebagai
ilmu pengetahuan sebagai referensi dalam menerapkan sebagai seorang pendidik.
DAFTAR PUSTAKA
http://mendidikanaksmart.blogspot.co.id/2015/11/pedagogika-sebagai-ilmu-pengetahuan.html 21oktober2017
Komentar
Posting Komentar